Silvi haus kasih sayang seorang ayah. Tak heran bila ia sering mencari-cari perhatian pria dewasa lain di luar keluarga. Revan memang baik, tapi statusnya adalah kakak. Silvi memendam iri pada Syifa yang memiliki ayah ideal.
"Syifa sudah berbagi ayah dengan Adica. Masa harus denganku juga?" protes Silvi.
Abi Assegaf tertawa lembut. "Dia takkan keberatan, Sayang. Percayalah."
Tak pernah, tak pernah seumur hidup Silvi merasakan pelukan dari ayah kandungnya. Pikir Silvi, beruntung sekali Adica dan Syifa. Mungkin Silvi lupa. Ia pun memiliki dua pria yang tulus mencintainya: Revan dan Calvin.
Calvin? Lihatlah, pemuda tampan berkacamata itu tengah berjalan menyusuri bentangan pasir putih. Dia menghampiri Silvi dan Abi Assegaf. Melihat kedatangan pria yang telah dijodohkan dengannya sejak kecil, Silvi buru-buru melepas pelukan.
"Ah, my charming angel with the slanting eyes...sorry." bisiknya.
"No problem." Calvin tersenyum penuh pengertian, mengacak rambut Silvi.
Wajah Silvi mengguratkan penyesalan. Calvin meyakinkannya kalau ia tak apa-apa. Sungguh, ia tidak marah melihat Silvi berpelukan dengan Abi Assegaf.
"Abi, ada telepon dari rumah sakit. Katanya, John Riantama kena serangan Stroke. Aku juga tidak tahu kenapa Abi yang dikabari."
** Â Â Â
Ruang VIP rumah sakit sesunyi mausoleum. Terjawablah pertanyaan apa bedanya orang kaya dan miskin saat sakit. Bila orang miskin merasakan sakit dalam keramaian, orang kaya tenggelam dalam kesepian bersama rasa sakit.