Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Langit Seputih Mutiara] Malaikat Turun di Tepi Pantai

30 November 2018   06:00 Diperbarui: 30 November 2018   05:57 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Silvi haus kasih sayang seorang ayah. Tak heran bila ia sering mencari-cari perhatian pria dewasa lain di luar keluarga. Revan memang baik, tapi statusnya adalah kakak. Silvi memendam iri pada Syifa yang memiliki ayah ideal.

"Syifa sudah berbagi ayah dengan Adica. Masa harus denganku juga?" protes Silvi.

Abi Assegaf tertawa lembut. "Dia takkan keberatan, Sayang. Percayalah."

Tak pernah, tak pernah seumur hidup Silvi merasakan pelukan dari ayah kandungnya. Pikir Silvi, beruntung sekali Adica dan Syifa. Mungkin Silvi lupa. Ia pun memiliki dua pria yang tulus mencintainya: Revan dan Calvin.

Calvin? Lihatlah, pemuda tampan berkacamata itu tengah berjalan menyusuri bentangan pasir putih. Dia menghampiri Silvi dan Abi Assegaf. Melihat kedatangan pria yang telah dijodohkan dengannya sejak kecil, Silvi buru-buru melepas pelukan.

"Ah, my charming angel with the slanting eyes...sorry." bisiknya.

"No problem." Calvin tersenyum penuh pengertian, mengacak rambut Silvi.

Wajah Silvi mengguratkan penyesalan. Calvin meyakinkannya kalau ia tak apa-apa. Sungguh, ia tidak marah melihat Silvi berpelukan dengan Abi Assegaf.

"Abi, ada telepon dari rumah sakit. Katanya, John Riantama kena serangan Stroke. Aku juga tidak tahu kenapa Abi yang dikabari."

**      

Ruang VIP rumah sakit sesunyi mausoleum. Terjawablah pertanyaan apa bedanya orang kaya dan miskin saat sakit. Bila orang miskin merasakan sakit dalam keramaian, orang kaya tenggelam dalam kesepian bersama rasa sakit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun