"Terima kasih, Sayang."
"Good boy. Stevent anak baik."
Suster Adinda berterima kasih. Calvin membungkuk, memeluk dan mencium kening Stevent.
Momen manis itu terurai oleh deru mobil. Rush biru gelap milik Revan meluncur masuk, diikuti sedan merah Dokter Tian. Melihat siapa yang datang, mereka bergegas turun dari mobil. Bisa dibayangkan apa yang terjadi. Tiga pria beda etnis berpelukan hangat.
"Akhirnya kamu pulang juga, Calvin." kata Dokter Tian.
Mata biru pucat Revan menghujam pandangan Calvin. Pelan ia bicara.
"Kamu jangan khawatir soal Calisa."
"Apa maksudmu?"
"Kurasa, kembali pada Silvi dan memurnikan hatimu adalah jalan yang tepat."
** Â Â Â
Menjelang senja, Calvin baru kembali ke rumah mewah di lereng bukit. Rindunya pada Silvi tak bisa ditawar lagi. Selama umrah, Calvin memang jarang sekali berkomunikasi dengan Silvi.