Sambutan hangat didapatnya dari sembilan pekerja di rumah. Sepasang mata sipit di balik kacamatanya bergulir ke sekeliling ruang tamu dan koridor, mencari-cari sang istri.
"Mencariku, Calvin Sayang? Aku di sini, malaikatku..."
Sebuah suara sopran menyapa, diikuti wangi parfum Escada The Moon Sparkel. Sepasang tangan halus merangkul pinggangnya mesra. Calvin tertegun. Silvi berdiri di sisinya. Nampak cantik, fresh, dan ceria. Rambutnya terkuncir rapi. Gaun rumah berwarna marun dan ikat rambut berbentuk tulip mempermanis penampilannya.
Keduanya berpelukan. Tak ragu, Calvin mendaratkan fast kissnya. Sukses membuat wajah Silvi merona merah. Kesembilan pegawai di rumah besar tahu diri. Mereka melangkah mundur. Diam-diam senang karena tuan dan nyonya mereka kembali mesra.
"Aku merindukanmu, malaikatku..." desah Silvi.
"Aku juga. Semuanya baik-baik saja kan, selama aku pergi?"
"Ya. Dan...aku ingin menunjukkan kabar gembira untukmu."
Tanpa menunggu respon, Silvi menggamit tangan Calvin ke kamar utama. Sebuah kamar tidur bernuansa broken white dilengkapi televisi plasma, ranjang queen size, grand piano, dan perabotan mewah lainnya. Dengan anggun, Silvi duduk di ranjang. Menggeser sebentuk kotak berlapis beludru merah ke dekatnya.
"Apa itu, Sayang?" tanya Calvin ingin tahu.
"Penyakit gampang penasaranmu belum sembuh ya. Sana, mandi dulu. Pakaianmu sudah kusiapkan."
Mendengar perkataan istrinya, Calvin makin terkejut. Silvi menyiapkan baju untuknya? Sudah setahun lebih dia tak melakukan itu.