Dengan sabar, Silvi menunggu. Samar didengarnya desir air pada shower dari dalam kamar mandi. Sekali-dua kali dia bercermin. Memastikan penampilannya sempurna. Tangan kirinya mendarat tepat di perutnya, mengelus lembut.
Satu jam berselang, Calvin dan Silvi duduk bersisian di sofa. AC telah dinyalakan. Layar televisi menghitam sejenak, lalu menghamburkan gambar-gambar. Rupanya sebuah video.
Sedetik. Tiga detik. Lima detik, Calvin serasa familiar dengan dua sosok yang tengah bersepeda di dalam video itu. Ya, ia sangat, sangat mengenalnya.
"Kau tahu siapa mereka?" Silvi mengeluarkan bisikan mautnya.
Tubuh Calvin menegang. Tangannya gemetar hebat. Pelan-pelan dilepasnya kacamata. Dibersihkan, lalu dikenakannya lagi. Benar, dia tak keliru.
"Silvi, jelaskan padaku..." desis Calvin, menatap nanar video itu.
Bukannya takut, Silvi malah tertawa. Ia beralih pada kotak bertutup kain beludru di pangkuan. Dalam gerakan dramatis, dibukanya tutup kotak. Sebentuk benda persegi tergeletak nyaman di dasar kotak.
Ditingkahi senyum penuh kemenangan, Silvi mengangkat benda persegi itu. Dua garis merah terlihat. Calvin terbelalak. Ya, Allah, apa lagi ini?
"Ini hasilnya, Sayang. Hasil dari selingkuh fisik dengan Adica..." Silvi tersenyum sensual.
"Kamu..."
"Ya, siapa bilang Nyonya Silvi tak bisa berselingkuh? Suamiku saja bisa berselingkuh hati, aku pun bisa berselingkuh fisik."