Langkah Julia terhenti. High heelsnya menghujam tajam lantai pualam. Dua sisi hatinya berdilema. Antara merawat Papa atau sahabatnya.
"Tapi...Calvin sakit, Pa. Lia harus ke rumah sakit." Julia lembut memberi pengertian.
Sang Papa bernafas cepat dan pendek-pendek. Kesedihan tergambar jelas di wajah pria Belanda itu. Pria yang mewariskan darah campuran pada putri semata wayangnya.
"Ok, terserah Lia. Urus saja Calvinnya Lia itu. Tinggalkan Papa sendiri!"
Dengan sedih, Julia mengawasi Papanya terhuyung menaiki tangga. Hati kecilnya tak henti membisikkan kata maaf.
** Â Â
-Konfeti 4-
Ia guru biola yang tampan. Anak-anak panti asuhan belajar biola selama dua tahun penuh darinya. Kata beberapa anak panti, sosoknya mirip dengan Pangeran di buku-buku fairy tale. Pasti karena rambut pirang dan mata biru yang dimilikinya. Terima kasih untuk pewarisan darah campuran Minahasa-Portugis-Turki dari Baba Johanis dan Anne Ellen.
"Kak Revan, ayo ajarin kita main biola lagi..." pinta seorang anak perempuan berkepang dua.
Revan mengangguk. Sabar diajarinya anak-anak tak beruntung itu main biola. Namun sesungguhnya, pemuda penyuka warna biru itu tengah resah. Terbayang seraut wajah tampan oriental di pikiran. Bagaimanakah keadaannya kini? Haruskah ia tinggalkan anak-anak panti itu untuk ke rumah sakit? Tidak, tidak. Ini amanah, ia harus selesaikan.
** Â Â