-Konfeti 5-
Tamparan demi tamparan membuat Anton terjatuh sambil memegangi kedua pipinya. Memar, memar, dan memar. Luka, luka, luka. Hanya itu yang bisa diberikan ayah kandungnya.
Raden Suryantoro mengangkat tangannya sekali lagi. Belum puas melampiaskan amarah. Darah biru tak membuatnya mampu bersikap halus dan lembut. Sebelum sempat menampar putranya lagi...
"Cukup, Pap! Cukup!"
Nyonya Belinda Marniati Suryaatmaja berlari menuruni tangga. Menarik tangan suaminya. Mencegah sang suami melukai buah hatinya lagi.
"Anton sudah mencoreng nama keluarga kita! Apa salahnya kalau aku menamparnya?!"
"Apakah bersahabat dengan semua orang termasuk perbuatan yang menodai nama baik keluarga?"
Lagi, kedua orang tuanya bertengkar. Pemuda yang menjadi pusat pertengkaran memejamkan mata. Mengapa dirinya harus terlahir dari keluarga priyayi campuran Belanda? Mengapa bersahabat menjadi sesulit ini hanya karena status darah dan ukuran kebangsawanan?
"Semua orang sama, Pap. Tidak boleh dibeda-bedakan hanya karena dia bangsawan atau bukan."
Dengan kata-kata itu, Anton bergegas kabur. Menyetir mobilnya secepat dia bisa. Calvin dan Calisa jauh lebih penting.
** Â Â