Mata Adica membola. Dicengkeramnya lengan Calisa erat, diguncang-guncangkannya penuh emosi.
"Jadi begitu? Kau lebih memilih sahabatmu dari pada aku?" desisnya.
Sebuah sedan putih meluncur mendekat. Tombol power window terbuka. Kaca mobil terbuka. Disusul pintu mobil yang dibuka dengan terburu. Pemuda lain yang sembilan senti lebih tinggi berlari menghampiri Calisa. Lengan putih itu ditarik lepas.
"Jangan halangi dia. Aku dan Calisa harus ke rumah sakit." kata pemuda itu dengan nada berwibawa.
"Anton..." Calisa mendesah, menyembunyikan wajahnya di balik punggung sahabatnya yang paling setia.
** Â Â Â
-Konfeti 7-
Jika kalian harus memilih kado berukuran besar atau kecil, manakah yang akan kalian pilih? Silvi akan memilih kado berukuran kecil. Sebab, belum tentu kado kecil tak punya arti yang kecil pula. Bisa saja isinya jauh lebih berharga. Pikir saja. Kaleng biskuit ukurannya besar. Kunci mobil baru ukurannya jauh lebih kecil. Tapi, orang dipastikan akan lebih memilih kunci mobil baru dari pada kaleng biskuit. Lebih berharga yang kecil, bukan?
Detik-detik menjelang hari ulang tahunnya pun, Silvi senang menerima kado yang tidak begitu besar dari Calvin. Gadis bermata biru pucat itu menyukai kado. Sejak kecil, dia terbiasa memberi dan menerima kado.
Silvi paling suka saat membuka bungkus kado. Baginya, membuka bungkus kado mengandung unsur proses dan kejutan. Proses ketika kertas kado terbuka sedikit demi sedikit. Kejutan karena si pembuka berdebar-debar dan menahan rasa penasaran, seperti apa isinya.
Perlahan tapi pasti, lapisan-lapisan pembungkus kado terbuka. Memperlihatkan sebentuk kotak putih-keperakan. Dibukanya tutup kotak, dan Silvi terpana. Sehelai gaun cantik berwarna putih terbaring nyaman di dalam kotak. Gaun itu cantik sekali. Pastinya mahal. Bukan Calvin Wan namanya kalau tak bisa memberi hadiah-hadiah mahal dan high class.