Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sembilan Konfeti Kesedihan

8 September 2018   06:00 Diperbarui: 8 September 2018   06:00 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kamar rawat VIP itu dilingkupi kedukaan. Tak lelah Tuan Effendi dan Nyonya Rose menunggui anak tunggal mereka melawan penyakitnya. Tekad membulat di hati: takkan meninggalkan Calvin untuk kali kedua.

Masa kelam itu belum terlewati. Sejak terakhir kali hemodialisa, Calvin mengalaminya. Calvin sepsis, keracunan darah.

Kini, saatnya Tuan Effendi dan Nyonya Rose menebus semuanya. Semua waktu yang hilang. Di sela menemani, tangan mereka tak lepas dari iPad. Membuka laman blog milik Calvin. Membaca tulisan-tulisannya.

"Anak kita pintar...dia bisa menuangkan pemikirannya lewat tulisan-tulisan yang bagus. Mengapa kita baru sadar? Mengapa baru kita perhatikan sekarang?" sesal Nyonya Rose. Memperlihatkan tulisan terbaru Calvin tentang berita baik di satu sisi dan amukan kurs Dollar di sisi lainnya.

Tuan Effendi menyeka mata. Terlarut dalam penyesalan yang sama.

Ah, itu tidak benar. Calvin bukan hanya pintar. Ia juga tampan, sangat tampan. Katakanlah Calvin tampan luar-dalam. Dalam kondisi sakit, hati dan wajahnya tetap rupawan.

Sisi terdalam hatinya, sisi yang paling dekat dengan Silvi, menggerakkannya untuk bangun. Bulu mata Calvin yang lentik bergerak-gerak. Pelan-pelan, kedua mata sipit bening itu membuka.

"Calvin Sayang?" sapa Nyonya Rose dan Tuan Effendi bersamaan.

Calvin menatap bergantian kedua orang tuanya. Sosok-sosok yang memenuhi hatinya dengan rindu.

"Terima kasih Mama dan Papa mau menemaniku..." lirih Calvin.

Tak perlu ada kata terima kasih. Ini adalah kewajiban. Kewajiban orang-orang yang saling mencintai karena Allah. Tetap cinta walau yang dicintai sedang di ambang kehidupan dan kematian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun