"Bagaimana kalau ia meminta-minta di pintu gerbang gereja, lalu masuk gereja, dan menanggalkan jilbabnya?"
Calvin membacakan Ayat-Ayat Cinta 2 untuk Silvi. Sebuah kisah indah yang ia bacakan menjadi dua kali lipat lebih indah. Gadis cantik berdarah Sunda-Inggris itu terhanyut mendengar Calvin bercerita. Ia senang, senang sekali mendengarnya. Calvin layaknya Prince Charming yang bercerita untuk Princess yang kesepian.
Ayunan biru itu bergerak ke depan dan ke belakang. Pelan saja. Ini posisi favorit mereka di taman belakang kediaman Tuan Halim. Duduk bersisian di ayunan, menikmati indahnya malam bertabur bintang. Malam ini jauh lebih dingin dari biasa. Namun, Calvin dan Silvi justru merasakan kehangatan. Hangatnya kasih saat mereka bersama.
"Wow...nice. Thanks, Calvin." desah Silvi kagum.
"You're wellcome." balas Calvin, tersenyum menawan.
Sejurus kemudian Silvi merapatkan tubuhnya ke tubuh Calvin. Memutus jarak di antara mereka berdua. Hatinya bergetar hebat. Beginilah rasanya berada di dekat orang yang dicintai. Seluruh partikel dalam aliran darahnya berdesir-desir.
"Silvi, kamu kedinginan?" tanya Calvin lembut.
"Oh, aku...aku..."
Lidahnya gagal berkompromi. Bukannya menjawab dengan jelas, Silvi malah tergagap. Tanpa diminta, Calvin melepas blazernya. Lembut memakaikan blazer itu di tubuh Silvi.
Hati Silvi berdesir makin kencang. Ya Allah, apa yang baru saja Calvin lakukan? Kedua mata birunya mengerjap. Seperti ingin menghamburkan air mata.
"Hei...are you allright? Mau kubuatkan teh hangat?" Calvin makin melembutkan nada suaranya.