"Saya tidak apa-apa. Tolong tinggalkan saya sendiri." jawab Calvin lirih.
Perintah yang tak dapat dibantah. Para perawat dan asisten rumah tangga melangkah pergi.
Pintu berdebam menutup. Calvin kembali sendiri. Menikmati sepi, menikmati rasa sakit di hatinya. Bayangan Rossie dan Reinhard berkelebat di benaknya. Rossie tidak pernah mencintainya. Sampai kapan pun, ia hanya mencintai Reinhard. Calvin sama sekali tidak mendapat tempat di hatinya.
Kenyataan ini sangat menyakitkan. Perlahan-lahan, Calvin bangkit dari tempat tidurnya. Berjalan tertatih menuju grand piano di seberang ruangan. Pria tampan berdarah Tionghoa itu memainkan piano, lalu mulai bernyanyi.
Ada cinta yang sejati
Ada sayang yang abadi
Walau kau masih memikirkannya
Aku masih berharap
Kau milikku
Suara bassnya sedikit bergetar. Nyanyian pilu yang terlantun dari hati yang terluka. Mata sipitnya yang bening meneduhkan, setengah terpejam. Membayangkan wajah Rossie. Senyumnya, tatapan matanya, raut wajahnya, rambut panjangnya, caranya mengucapkan huruf "R" yang sangat lucu, ekspresinya ketika merajuk, bekas air mata di wajahnya saat ia menangis, dan sikap manjanya.
Tak tahukah Rossie bahwa Calvin mencintainya? Calvin mencintai Rossie. Sangat mencintainya. Rossie ibarat kelopak bunga yang belum mekar: indah, namun belum tersingkap sepenuhnya. Masih ada keindahan lain yang tersembunyi. Calvin bertekad menjaga kelopak bunga itu hingga mekar sempurna.