Tak sia-sia kenekatannya hari ini. Semua berjalan lancar. Presentasi yang mengesankan. Beberapa klien terkagum-kagum. Calvin memimpin rapat dengan baik, dipadu performa Adica dan Syifa yang tak kalah hebatnya.
"Calvin, aku ingin bicara denganmu."
Langkah Calvin terhenti. Menatapi gadis semampai berambut keriting spiral yang baru saja bangkit dari kursinya. Nanda, putri tunggal Dokter Rustian. Gadis yang telah lama menyimpan cinta untuknya.
"Ok. Kita ke cafetaria ya. Di sana lebih nyaman."
Nanda mengangguk. Berjalan menjajari Calvin. Sukses menuai tatapan heran dari para klien, staf, Adica, dan Syifa. Gurat keletihan mendominasi wajah Nanda. Matanya sembap. Lingkaran hitam terlukis di matanya. Sepertinya semalaman ia tak tidur. Sekali tatap saja, Calvin merasakan ada yang tidak beres dengan teman baiknya ini.
Sampai di cafetaria, mereka memilih meja dekat jendela. Dua gelas jus strawberry menemani, namun pembicaraan tak juga dimulai. Nanda mengaduk-aduk minumannya, membenamkan gundah di balik kesegaran jus. Calvin memandanginya, menunggunya bicara dengan sabar.
"Calvin?"
"Ya?"
"Aku dilamar presdir. Sudah lama atasanku di kantor itu menyukaiku. Dia memberiku perhatian lebih, menjemputku ke apartemen tiap hari, mengajakku dinner  tiga kali seminggu, menawariku ikut dengannya ke luar negeri untuk perjalanan bisnis, memberiku banyak hadiah mahal...sampai akhirnya, dia melamarku semalam. Dia melamarku secara serius. Di depanku, juga di depan Papa." ungkap Nanda panjang lebar.
"Wow, that's good. So, why are you so sad? Bukannya dilamar pria yang tulus mencintaimu itu sebuah anugerah?" sambut Calvin senang.
"Anugerah bila pria itu belum beristri. Calvin...aku dilamar sebagai istri kedua."