Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Spesial] Mata Pengganti, Pembuka Hati: Mengapa Kau Begitu Baik Padaku?

7 Januari 2018   05:51 Diperbarui: 7 Januari 2018   08:25 968
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Maaf aku harus meninggalkanmu sebentar, Silvi. Sebentar saja..." bisik Calvin. Menatapi wajah damai istrinya yang masih tertidur pulas.

Hari beranjak pagi. Silvi belum angun juga. Mungkin ia lelah selepas shooting kemarin. Calvin mengerti, maka ia tak membangunkan Silvi.

"Bukannya aku keras kepala, bukannya aku tak mendengar kata-katamu. Hanya saja, ada beberapa hal yang harus kubereskan. Begitu semuanya selesai, aku segera kembali."

Seolah Silvi mendengarnya, seolah Silvi mengerti ucapannya. Sejurus kemudian, Calvin mencium kening Silvi. Memandang wajah teduh istrinya sekali lagi. Berbalik, lalu berjalan pelan keluar kamar.

Koridor di lantai dua terasa sunyi. Sunyi, dingin, suram. Pagi ini, seluruh kota diguyur hujan. Meski demikian, hujan tak menyurutkan niat awal Calvin. Ia harus ke kantor pagi ini. Sementara ini menganggap sambil lalu larangan Silvi dan Dokter Rustian. Mereka melarangnya ke kantor. Memintanya beristirahat total di rumah. Semalam Dokter Rustian menawarinya dirawat di rumah sakit saja. Tawaran dokter baik hati itu ditolaknya. Pria tampan itu masih ingin hidup normal.

"Ingat, Calvin. Kankermu sudah menyebar ke paru-paru dan saluran getah bening. Hati-hati..." Begitu kata Dokter Rustian di telepon.

Tak bergeming, Calvin mengabaikan saja tawaran dokter pribadinya. Menjalani perawatan di rumah lebih baik.

Pagi ini, Calvin nekat. Datang ke kantor dan memimpin rapat. Silvi pasti akan marah sekali bila tahu kenekatan suami super tampannya. Biarlah, biar nanti ia tebus kemarahan Silvi dengan sesuatu yang manis.

Alphard silver itu meluncur mulus meninggalkan halaman rumah. Pria berwajah oriental dan bermata sipit duduk di balik kemudi. Menyetir mobil sehati-hati mungkin. Ponselnya ia matikan. Hanya terdengar samar alunan lagu dari radio mobil. Calvin sengaja berangkat lebih awal agar tidak terlambat. On time, begitulah Calvin Wan. Ia lebih rela libur menulis satu hari satu artikel di media citizen journalism itu dari pada terlambat ke kantor. Nanti bisa-bisa ia mengecewakan klien dan stafnya.

Mobil melaju melintasi ruas jalan raya yang licin tergenang hujan. Calvin pria hebat dan kuat. Penyakit kanker tidak menghalanginya untuk beraktivitas normal. Tak terkecuali menyetir mobil. Walaupun pada akhirnya ia selalu merasa sangat kelelahan setelah menyetir. Namun Calvin kuat, ia tak pernah mengeluh.

Tanpa terasa, Calvin tiba di kantor. Adica, Syifa, dan staf-stafnya dibuat kaget dengan kehadirannya. Begitu menginjakkan kaki di pelataran gedung, Syifa berlari ke pelukannya. Mengalungkan lengan ke leher Calvin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun