Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Spesial] Mata Pengganti, Pembuka Hati: Mengapa Kau Begitu Baik Padaku?

7 Januari 2018   05:51 Diperbarui: 7 Januari 2018   08:25 968
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendengar itu, Calvin terbelalak. Pantas saja Nanda sedih. Wanita mana yang ikhlas dan rela menjadi istri kedua?

"Astaghfirullah al-azhim...I feel sorry." kata Calvin bersimpati.

"Iya, makanya itu...aku bingung harus bagaimana. Di satu sisi, dia sangat baik. Dia sangat mencintaiku. Di sisi lain, dia sudah beristri. Walau istri pertamanya sudah mengizinkan, tapi..."

"Kalau aku jadi kamu, aku akan menolaknya." sela Calvin cepat.

Calvin pria tampan yang saleh dan religius. Tapi ia sangat anti poligami. Hanya punya satu istri sepanjang hidupnya, itu harga mati. Sampai kapan pun, Calvin takkan berpoligami. Bagaimana pun keadaan Silvi.

"Iya, Calvin. Aku juga ingin menolak. Tapi, bagaimana caranya?"

**     

Mengemudikan mobilnya pelan-pelan menyusuri areal perkebunan teh, Calvin terkenang masa lalu. Waktu kecil, ia sering menghabiskan waktu di sini. Bermain sepuasnya. Main gundu dan main sepeda, itulah aktivitas favoritnya. Calvin terus mengenang, terus bernostalgia.

Anak konglomerat tak membuat Calvin sombong. Dia tak segan bermain dengan anak-anak para pekerja kebun teh. Anak-anak itu pun tak keberatan Calvin ikut bermain dengan mereka. Di tengah kumpulan anak-anak itu, Calvinlah yang paling tampan dan paling putih kulitnya. Paling bagus pakaiannya, paling pintar, paling lembut, dan paling baik. Senang berbagi dengan teman-temannya. Berbagi pakaian bagus dan makanan enak sudah biasa. Pernah suatu kali Adica dan Syifa komplain gegara Calvin membiarkan teman-temannya menghabiskan tiga kotak pizza yang dibawanya. Langsung saja makanan lezat itu habis tak bersisa. Bahkan Calvin tidak kebagian sama sekali. Akan tetapi, Calvin tetap senang. Tak keberatan semua temannya menghabiskan pizza yang dibawanya.

Bila diingat-ingat, rasanya sudah lama berlalu. Mendadak terlintas sebuah ide di benaknya. Calvin menaikkan kecepatan mobilnya. Di dekat areal kebun teh, terdapat sebuah restoran. Menunya cukup lezat. Calvin pergi ke restoran itu, membeli sejumlah porsi makanan dan minuman, lalu kembali ke kebun teh. Dibagi-bagikannya makanan dan minuman itu kepada para pekerja kebun teh. Terlihat mereka kelelahan tapi masih semangat bekerja. Calvin salut pada mereka. Gurat kelelahan di wajah terurai saat Calvin memberikan makanan dan minuman. Di antara mereka, justru Calvin paling bahagia. Bahagia lantaran bisa berbagi. Berkali lipat kebahagiaannya.

Di perjalanan pulang, Calvin terus mendoakan para pekerja kebun teh itu. Mendoakan kesehatan, kebahagiaan, dan kemurahan rezeki. Terpandang olehnya bungkusan putih yang tergeletak manis di tempat duduk sebelahnya. Refleks Calvin menepuk dahinya. Ternyata masih tersisa satu porsi makanan. Ia berikan pada siapa ya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun