"Buat apa kamu cari info tentang bayi perempuan yang tidak jelas itu?" selidik Adica.
"Hatiku tergerak untuk menolongnya."
"Jangan bilang Kakak mau adopsi dia. Kak Calvin ingin punya anak ya?" timpal Syifa.
Pertanyaan Syifa sukses membangkitkan niat lain di hati Calvin. Pria tampan yang lahir di bulan dua belas itu mulai berpikir. Tak ada salahnya, sungguh tak ada salahnya.
"Kalau kamu ingin punya anak, mengapa tidak menikah saja?" sergah Tuan Halim.
"Aku tidak ingin menikah, Pa. Lagi pula, siapa yang mau menikah denganku?"
"Lho, jangan salah. Banyak yang suka padamu, Sayang. Nanti Mama kenalkan dengan putri-putri jet set dan konglomerat ternama. Kamu pasti takkan menyesal."
Tawaran Nyonya Roselina sama sekali tidak menarik baginya. Calvin fokus untuk menolong bayi perempuan itu. Apa pun caranya.
Setengah jam kemudian, stafnya memberi kabar. Bayi perempuan itu telah dibawa ke rumah sakit. Lokasi rumah sakit pun dikirimkan. Tanpa membuang waktu lagi, Calvin bergegas ke rumah sakit.
** Â Â Â
Keheningan koridor rumah sakit pagi itu dipecahkan oleh bunyi langkah sepatu. Terlihat seorang gadis cantik bergaun merah marun dengan high heels setinggi sembilan senti melangkah setengah berlari menuju ruangan paling ujung. Ada sosok lain yang berjalan jauh lebih cepat. Pria tinggi semampai berkulit putih dan berwajah oriental itu telah berada jauh di depan. Tujuannya sama.