Tubuh Silvi bagai membeku. Dari mana Clara tahu?
"Sayang, kamu yakin?" tanya Nyonya Atikah lembut. Membungkuk, lalu mengelus anak-anak rambut di kening Silvi.
"Yakin apa?"
"Yakin mau dinner? Aku ini Mamamu, Silvi. Jangan sembunyikan apa-apa dari Mama."
Sudah jelas. Pastilah ada tangan-tangan yang membajak dan menyadap e-mailnya. Silvi melirik curiga ke arah Clara. Gadis berwajah oriental dan berambut sepundak itu kemungkinan besar pelakunya. Tuduhan itu bukannya tak berdasar. Pertama, Clara membenci Calvin. Selalu saja ia mencari-cari alasan untuk menyudutkan Calvin dan membuatnya tak disukai. Kedua, kemampuan IT Clara di atas rata-rata. Perkara mengutak-atik e-mail mudah baginya. Mungkin saja ia tahu password Silvi, membongkar inbox e-mailnya, dan menunjukkan pesan-pesan antara Calvin dan Silvi pada Nyonya Atikah.
"Silvi, coba pikirkan kemungkinan terburuk." tukas Clara, menarik kursi lalu duduk di samping adiknya.
Alis Silvi terangkat. Ia menunggu Clara menyelesaikan ucapannya.
"Bagaimana jika saat dinner nanti, kamu bertengkar dengan Calvin? Kalian marah, lalu Calvin meninggalkanmu? Sementara kamu sendirian di tempat asing. Astaga...aku tak bisa membayangkannya, Silvi."
Kemungkinan terburuk. Pasti ada. Waswas pun perlu. Argumen Clara logis juga. Tapi, ini hanya sebuah makan malam. Tidakkah terlalu berlebihan?
"Lalu, bagaimana jika sebenarnya Calvin punya maksud jahat padamu? Memperalatmu, memperdaya, dan memanfaatkanmu? Kamu cantik, Silvi. Mudah sekali memanfaatkan gadis-gadis cantik sepertimu." Nyonya Atikah tanpa ragu mengungkapkan argumennya.
"Nah itu...Mama benar. Bisa saja si Calvinmu yang kelihatannya tampan dan alim itu, ternyata anggota sindikat tertentu misalnya. Lalu kamu dimanfaatkan, dijadikan korban. Organ-organ tubuhmu diambil, atau kamu diserahkan pada orang lain untuk dijadikan wanita panggilan. Oh my God...so scary." Clara menakut-nakuti.