Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Psikolove, Akhirnya Ku Menemukanmu (7)

6 Desember 2017   05:52 Diperbarui: 6 Desember 2017   06:18 1298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tidak tidak, aku tidak sakit."

Tidak sakit, lalu mengapa ada darah? Ketakutan menggulung hati Silvi rapat-rapat. Air matanya hampir saja terjatuh.

Usai makan malam, Calvin kembali melakukan hal yang sama. Menuntun lembut tangan Silvi, membukakan pintu mobil untuknya dengan gallant, dan tersenyum menenteramkan. Di mobil, sepanjang perjalanan pulang, Calvin menggenggam tangan Silvi. Kehangatan mengaliri hati Silvi. Ya Allah, bolehkah ia minta supaya waktu berhenti? Sekejap saja, agar dirinya bisa lebih lama bersama Calvin.

"Calvin, kamu yakin tidak apa-apa?" Silvi melempar pertanyaan yang sama untuk kesekian kalinya.

"Iya, aku tidak apa-apa. Mengapa kamu selalu mudah khawatir? Mengapa tidak khawatirkan dirimu saja?" Calvin balik bertanya. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Silvi seraya mempererat genggaman tangannya.

"Orang lain lebih penting. Termasuk dirimu, Calvin Wan."

Refleks Silvi merapatkan tubuhnya pada Calvin. Bermanja-manja padanya. Memandangi paras wajahnya lekat-lekat. Andai saja tak ada wanita lain, andai saja Silvi tidak patah hati beberapa bulan sebelumnya, andai saja mereka tak terhalang perbedaan usia yang lebih jauh. Mungkin segalanya lebih mudah. Sebenarnya bukan perbedaan usia yang dipermasalahkan Silvi. Bukankah cinta dan kasih tak mengenal usia? Akan tetapi, ada wanita lain dalam hidup Calvin. Wanita yang jauh lebih spesial dibandingkan dirinya sendiri. Masih pantaskah Silvi untuk berharap? Clara pastilah lebih pantas untuk blogger super tampan itu. Clara, bukan Silvi.

Masihkah Calvin memikirkan Clara? Tidakkah ia pernah sekali saja memikirkan Silvi? Hati gadis itu sedih sekaligus bahagia. Berada di dekat Calvin membuatnya bahagia. Namun ia terbentur pada kecemasan lain.

Satu kecemasan Silvi belum terjawab: mengapa Calvin mengeluarkan darah sebanyak itu jika dirinya baik-baik saja? Tidakkah Calvin menyembunyikan kondisinya yang sebenarnya? Itu pulakah penyebab lamanya perawatan di rumah sakit? Lantas, sakit apa Calvin Wan sebenarnya? Silvi takut, amat takut. Ia takut terjadi sesuatu. Lebih dari itu, ia takut kehilangan belahan hatinya.

**     

Jakarta, 5 Desember 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun