Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Calvin, Calisa, dan Cinta Masa Kecil Mereka

27 Oktober 2017   06:13 Diperbarui: 27 Oktober 2017   08:28 1760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hei Calisa..." Sarah menyapa hangat. Memeluk Calisa erat.

Calisa, si bungsu kelahiran 9 September yang "melangkahi" kakak-kakaknya itu, dingin saja menyambut pelukan Sarah. Ia tak terlalu dekat dengan kedua kakak perempuannya. Perbedaan prinsip dan karakter membuat ia menjauhi mereka. Betapa sulitnya Calisa mempercayai orang lain, termasuk keluarganya sendiri. Hanya pada Allah dan dirinya sendirilah yang ia percayai 100%. Calisa pun memilih jalur karier yang berbeda dengan kakak-kakaknya. Ia memutuskan mendedikasikan hidupnya sebagai psikolog, hypnotherapyst, dan speech language therapyst. Menjadi praktisi kesehatan, itulah cita-cita Calisa sejak kecil.

"Mau peluk juga dong..." pinta Clara. Wajahnya tak lagi sedingin sebelumnya. Senyuman tipis terbit di sudut wajah cantiknya saat memeluk Calisa.

Lagi-lagi Calisa tetap dingin. Sarah dan Clara bertukar pandang penuh arti. Tanpa diduga, Clara berkata.

"You know, Calisa? Sarah, kakak kita itu, berbuat konyol sekali waktu di mobil. Dalam perjalanan dia memutar lagu dan mencoba menyanyikan liriknya. Tahunya dia salah lirik. Yeee...malu kan? Untungnya cuma aku yang lihat. Coba kalau calon suaminya lihat. Bisa malu tingkat dewa." Clara tertawa renyah, lalu bernyanyi menirukan lagu yang tadi didengarnya.

"Tanha e mein dil, yade sanjota hai...kya karoon haye."

Lucu sekali suara dan ekspresi Clara. Sampai-sampai Sarah ikut tertawa dan bernyanyi bersamanya. Hanya Calisa yang tetap diam. Tersenyum pun tidak. Calisa Karima yang tidak mudah terbuka pada orang lain itu, sulit sekali didekati.

Dua jam kemudian, acara dimulai. Bukan acara biasa. Mengingat ada dua makna perayaan di sini: ulang tahun kematian salah satu anggota keluarga, dan ulang tahun pernikahan kedua orang tua Calisa. Nyonya Lidya dan Tuan Rudy nampak bahagia. Senyum tak henti menghiasi wajah mereka saat menyalami para tamu. Keluarga besar diundang. Seorang ustadz tampan yang cukup ternama di daerah itu pun datang. Dialah yang akan memberikan tausyiah dan doa dalam acara itu.

"Yogi? Oh, akhirnya datang juga! Dimana Vidya, calon adik iparku yang manis? Kok nggak diajak?" Sarah berseru senang. Berlari kecil menyambut calon suaminya yang baru tiba.

Yogi, Calisa melirik pria blasteran Melayu-India itu dari manik matanya. Sekilas saja. Toh ia senang juga melihat Sarah bersama Yogi. Walau si calon kakak ipar tidak respek padanya. Mungkin sang enginer berdarah campuran malu punya adik ipar sepertinya. Adik ipar yang bermata biru dan hanya bisa menjadi aib keluarga karena kondisinya. Sekali lagi Calisa menatap Yogi dengan tatapan dingin. Mataku memang biru, lalu kenapa? Pikir Calisa masygul. Bukan salahnya ia memiliki mata biru. Birunya mata Calisa ia dapatkan karena adanya darah yang lain dalam dirinya. Kita tidak akan bisa memilih seperti apa kita akan dilahirkan.

Waktu kecil, guru agamanya pernah mengatakan pada Calisa kalau matanya bagus. Bule, karena mata itulah Calisa mendapat panggilan seperti itu oleh teman-temannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun