"Matamu indah, Calisa."
Begitulah ucapan lembut Calvin bertahun-tahun lalu. Sukses membesarkan hati Calisa. So, untuk apa Calisa harus menyesali keadaan? Tidak ada yang perlu disesali. Pastinya, Calisa harus berterima kasih. Hadirnya Calvin Wan sedikit-banyak mengobati luka hatinya.
Tuan Rudy memberikan sambutan mewakili keluarga besar. Calisa mengarahkan tatapan pada Papanya. Sorot lembut itu kini berganti menjadi dingin. Di mata Calisa dan kedua kakaknya, Tuan Rudy bukanlah ayah yang baik. Egois, tak pernah dekat dengan anak, dan tak pernah membahagiakan anak-anaknya. Selalu saja yang difokuskan Tuan Rudy adalah kepentingannya sendiri. Wibawa Tuan Rudy sebagai kepala keluarga telah jatuh. Ia hanyalah boneka. Di rumah ini, wanitalah yang berkuasa.
Bila kebanyakan anak perempuan menjadikan ayah sebagai cinta pertama, hal ini tidak berlaku untuk Calisa. Di masa kecilnya, ia punya cinta pertama yang lain. Cinta pertama Calisa di masa kecil adalah sepupu jauhnya sendiri. Sepupu yang mulanya ingin ia jodohkan dengan Sarah.
Tepat ketika sambutan Tuan Rudy selesai, sebuah sedan hitam menepi di halaman depan. Memarkirkan diri persis di belakang mobil milik Sarah dan Clara. Calisa menahan napas. Buru-buru bangkit, lalu bergegas turun ke halaman. Ia mengenali mobil itu.
"Ah, pasti si Calvin." Sarah menebak penuh percaya diri.
"Bukan, bukan Calvin." desis Clara.
"Tapi...orang yang dulu ingin dia jodohkan denganmu."
Benar saja. Menit berikutnya, terdengar suara sopran menyerukan sebuah nama.
"Anton! Long time no see!"
Anton dan Calisa berpelukan. Dialah sepupu jauh yang dimaksud. Cinta pertama Calisa, cinta di masa kecilnya. Jarak usia mereka terpaut sembilan tahun. Hingga kini, Anton masih sendiri. Terlalu sibuk berbisnis membuatnya lupa untuk mencari pendamping hidup. Sempat hadir tawaran menarik dari adik sepupunya ini berupa jodoh yang baik, namun cinta berujung pada kekecewaan. Sarah lebih memilih Yogi dibandingkan Anton.