Mendengar saran Elby, sesuatu mengusik hati Calvin. Mengambil cuti panjang? Layak dicoba.
"Ya, aku akan ambil cuti." jawab Calvin akhirnya. Ditingkahi ekspresi kelegaan dari semua orang di kanan-kirinya.
"Bukan untuk terapi, melainkan untuk tujuan lain."
Raut kelegaan di wajah mereka berganti tanda tanya. Adica meletakkan kedua tangan di pinggangnya, bersiap marah. Tak habis pikir dengan kemauan kakaknya. Albert dan Elby berpandangan. Nyonya Roselina waswas.
"Lalu...untuk apa, Kak?" Syifa bertanya, alisnya terangkat.
"Sudah waktunya aku mencari mata untuk istriku."
Ruang pemahaman mulai terbuka. Mereka sadar, apa yang dimaksud 'mata' oleh Calvin. Tentunya bukan mata dalam arti harfiah, melainkan mata dalam arti dan bentuk yang lain.
"Oh Kak Calvin, jangan..." cegah Syifa, wajahnya berubah panik.
"Dari pada Kakak memikirkan itu, lebih baik fokuslah untuk mencari kesembuhan. Niatkan dalam hati sambil melakukan pengobatan. Kakak pasti bisa bertahan."
Calvin menghela napas berat. Ia berpikir jauh ke depan. Logikanya ia gunakan untuk berpikiran realistis. Sangat kecil kemungkinan untuk sembuh total. Umurnya takkan lama lagi. Ia harus mengantisipasi kemungkinan terburuk. Riskan ia pergi tanpa memberikan suatu kepastian untuk Silvi Mauriska, istri cantiknya yang punya keadaan berbeda.
"Jika aku meninggal," Calvin mulai menjelaskan, berusaha menahan pedihnya kenyataan yang merobek hatinya. "Siapa yang akan menjadi mata untuk Silvi?"