Bisikan-bisikan kecil terdengar di sekelilingnya. Tak salah lagi, itu pasti dua sahabat dan keluarganya. Mereka telah kembali.
"Calvin, kami khawatir padamu." kata Elby setelah Calvin menyelesaikan Tahajudnya.
"No worries." balas Calvin singkat. Pelan-pelan bangkit berdiri dan melipat sajadahnya. Elby bergegas membantu tanpa diminta. Melipat rapi sajadah itu, kemudian menuntun Calvin kembali ke ranjang.
"Mama sudah tahu semuanya..." gumam Nyonya Roselina, matanya berkaca-kaca. Disambuti anggukan Adica dan Syifa, kedua adik Calvin.
"Kakak harus kuat...Kakak pasti sembuh. Allah bersama Kakak." Syifa terisak tertahan. Meraih tangan Calvin, lalu menggenggamnya.
"Be strong, Calvin." Adica berujar, sejak dulu ia tak pernah memanggil Calvin dengan sebutan 'Kakak'. Hanya Adica yang tahu pasti apa alasannya. Bukan karena tidak menghargai Calvin, justru karena alasan lain.
"Kalian tidak perlu sedih. Aku baik-baik saja." Calvin berkata menenangkan. Bergantian menatap wajah-wajah sendu di depannya.
"Siapa yang tidak sedih saat tahu orang yang disayanginya sakit keras?" komplain Nyonya Roselina.
"Mama, aku akan baik-baik saja. Aku sudah ikhlas. Mungkin ini sudah takdirku."
Ucapan lembut Calvin sukses membuat Nyonya Roselina terdiam. Dipandanginya wajah tampan putra pertamanya. Wajah yang menampakkan ketegaran dan kekuatan. Calvin kuat, Calvin mampu melewati semua ini. Nyonya Roselina berusaha menanamkan kepercayaan itu di hatinya.
"Pokoknya, sekarang kamu fokus dulu dengan kesehatanmu. Rutin menjalani terapi. Sekalian saja berobat ke luar negeri. Kalau perlu, kamu ambil cuti panjang dari perusahaan." saran Elby.