"Saya punya masalah penglihatan...sama seperti anakmu itu." Refleks Chantika mencuri pandang ke arah pintu kaca yang menghubungkan ke kids club. Tempat Clara bermain bersama anak-anak lainnya. Tuan Calvin meminta Clara menunggunya di kids club selama sesi konsultasi.
"Seperti Clara?" ulang Tuan Calvin.
"Iya. Tak perlu saya sebutkan nama medisnya, kan?" Chantika melanjutkan lagi ceritanya.
"Kata dokter, kondisi syaraf mata dan pembuluh darah saya rawan pada tekanan. Intinya, tingginya tekanan selama proses persalinan akan berpengaruh buruk pada kondisi saya. Dokter sudah memvonis saya tidak akan bisa melahirkan."
Kesedihan terlukis sempurna di wajah Chantika. Tuan Calvin merasakan empati yang dalam. Sesaat ia teringat Clara. Akankah putri cantiknya bernasib sama saat ia tumbuh dewasa nanti? Tuan Calvin sudah divonis mandul, lantas bagaimana dengan putrinya?
"Saya memahami perasaanmu, Chantika. Yang harus kamu lakukan adalah memberi tahu Septian dan mencari jalan keluar. Saya akan bantu carikan solusinya. Tapi kamu sendiri yang harus membuka rahasia ini pada Septian." ujar Tuan Calvin lembut.
Sesi konsultasi berlangsung lancar. Chantika serasa menemukan harapan baru saat berbicara dengan Tuan Calvin. Ada kekuatan, empati, penghiburan, dan support yang tulus.
Di sisi lain, Tuan Calvin bahagia dan sedih di saat bersamaan. Bahagia karena bisa membantu Chantika. Sedih memikirkan dan mencemaskan kondisi Clara di masa dewasanya. Akankah Clara mengalami hal yang sama seperti Chantika? Benarkah Clara akan sulit memiliki keturunan seperti ayahnya?
** Â Â
How many nights does it take to count the stars?
That's the time it would take to fix my heart