"Banyak yang tidak sepakat dengan pendapatmu di artikel tentang hijab itu."
Bukannya sedih, Nyonya Calisa justru tersenyum. "No problem. Beda pendapat itu biasa. Aku stay cool saja. Terserah mereka mau pro atau kontra. Toh mereka tidak dekat denganku dan tidak paham situasiku. Mereka hanya pembaca yang kebetulan lewat dan memberi opini berbeda di artikelku."
"Good. You're a strong woman." Tuan Calvin melempar pujian, tersenyum menawan.
Diberi pujian dan senyuman menawan begitu, Nyonya Calisa menatap Tuan Calvin tanpa kedip. Pria berdarah keturunan dan berparas tampan itu selalu membuatnya bahagia.
"Thanks Calvin. Respon negatif, gagal dalam ujian masuk universitas, atau hal buruk lainnya tidak masalah buatku. Stay strong saja...tapi ada satu hal yang membuatku terluka, terjatuh, dan terpuruk. Kehilangan orang-orang yang kucintai. Sebab kehilangan itu sangat menyakitkan. Entah kehilangan karena konflik atau kematian. So, aku selalu menjaga perasaan orang-orang yang kucintai." ungkap Nyonya Calisa jujur.
Jika disuruh memilih, lebih baik Nyonya Calisa menahan perasaan dan ketidaksetujuan dibanding harus terlibat konflik dengan semua orang yang dicintainya. Ia tak ingin kehilangan mereka.
Sebenarnya, masalah hijab ini sensitif bagi Nyonya Calisa. Mantan penyiar radio yang kini aktif sebagai penulis dan pengajar itu pernah mengenakannya selama setahun. Namun ia melepasnya karena alasan yang kuat. Nyonya Calisa merasa belum siap dan terbebani. Satu-dua orang bertanya, tapi lebih banyak yang diam. Nyonya Calisa menghadapi pergulatan batin yang cukup berat saat itu.
** Â Â Â
Ruang terbuka di bagian belakang yang menghadap ke kebun anggrek dan kolam renang menjadi tempat favorit mereka. Clara berkeras ingin sarapan di sana. Praktis Tuan Calvin dan Nyonya Calisa meluluskan permintaannya.
Fruit loops, menu sarapan mereka hari ini. Clara terlihat senang duduk di antara Ayah-Bundanya. Seperti biasa, ia sangat manja pada Tuan Calvin. Ayah dan anak itu begitu dekat dan sulit terpisahkan.
Saat Clara meminta Tuan Calvin menyuapinya, pria itu tak ragu melakukannya. Ia menyuapi putri tunggalnya dengan sabar dan penuh kasih sayang. Sesekali bergantian dengan Nyonya Calisa.