Malam ini, dapat dipastikan ia akan tertidur nyenyak. Dan akan terbangun di sepertiga malam untuk menunaikan qiyamullail.
Paginya, kembali ia mendapati sebuah kejutan. Salam cinta yang dilayangkan sepupunya, adik kandung Larissa yang rupawan.
“Anton, aku sudah menuruti permintaan Larissa dan Bundamu. Mengingatkanmu untuk segera menikah. Bagaimana jawabanmu?” desak gadis itu penasaran.
Adik kandung Larissa itu tersenyum. Roman mukanya semakin menawan.
“Kamu tahu? Aku sedang terlibat sedikit konflik dengan Bunda,” jelasnya.
“Kenapa, Anton? Ada apa?”
“Bunda menginginkanku mengurus bisnis keluarga. Tapi aku tidak mau. Aku ingin bekerja di perusahaan multinasional yang selama ini kudambakan. Selain itu, aku punya plan B. Plan B-nya adalah, membuka usaha sendiri. Aku ingin sukses dengan usahaku sendiri. Bukan karena kekayaan orang tuaku.”
Prinsip yang bagus sekali. Gadis itu sangat menyukainya. Perlahan senyumannya merekah. Ia pasti mensupport langkah yang diambil sepupunya.
“Anton, kata-kata adalah cerminan jiwa. Aku bisa melihat prinsipmu begitu kuat, dan kamu selalu berusaha untuk mandiri. Aku suka itu...suka sekali.” Pujinya hangat.
Menghela nafas sejenak, ia melontarkan pertanyaan. “So, bagaimana dengan permintaanku? Tidakkah kamu ingin menikahi Sarah?”
“Sarah...?” Adik kandung Larissa itu terlihat ragu. Menggantung kalimatnya. Segan menyebut nama gadis pilihan sepupunya.