“Iya...aku tidak bisa meninggalkannya.” Sahut Albert.
“Tapi kamu juga harus istirahat. Aku sudah tahu banyak tentangmu dari Dokter Tiwi dan Dokter Nico.”
Albert mengangkat alisnya. “Oh ya? Apa yang mereka ceritakan? Tunggu...kita belum berkenalan. Siapa namamu?”
“Renna,”
Keduanya berkenalan. Renna, sepotong nama itu mengingatkan Albert pada gadisnya. Beberapa kali sang gadis menyebut nama Renna sebagai adik kelas yang paling dekat dengannya. Adik kelas yang paling cocok bersahabat dengannya lantaran mereka memiliki banyak kesamaan.
Sesaat keduanya terdiam. Mencoba saling mengenali satu sama lain. Entah, meski baru saja bertemu, namun keduanya merasa sudah saling kenal dan memahami lebih dalam. Ada tarikan emosional yang kuat di antara mereka.
“Aku tak asing dengan namamu,” tukas Renna memecah keheningan.
“Aku juga.” Balas Albert. Sukses membuat Renna mengangkat wajah, menatap tepat ke dalam mata teduhnya. “Benarkah?”
“Iya. Ada...seorang gadis yang pernah menyebut namamu padaku. Namanya Maurin. Kamu kenal?”
“Tentu saja! Dia kakak kelasku yang paling dekat dan paling mengerti aku!” Renna menyahut antusias.
Albert terpana mendengarnya. Allah telah mengatur segalanya dengan begitu sistematis. Termasuk pertemuan mereka di sini. Setiap kejadian pasti ada hikmahnya.