Mohon tunggu...
Komunitas Lagi Nulis
Komunitas Lagi Nulis Mohon Tunggu... Penulis - Komunitas menulis

Komunitas Penulis Muda Tanah Air dari Seluruh Dunia. Memiliki Visi Untuk Menyebarkan Virus Semangat Menulis Kepada Seluruh Pemuda Indonesia. Semua Tulisan Ini Ditulis Oleh Anggota Komunitas LagiNulis.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Perjuangan Cinta di Bait Doa

14 April 2020   14:06 Diperbarui: 14 April 2020   14:15 1706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sastraindonesia.org

Karya: Anissaul HaniaNamaku Zahra Novalia, usiaku 25 tahun. Aku memiliki target menikah diusia 24 tahun. Ya, itu artinya sampai saat ini target itu masih belum tercapai. Apa masalahnya? Tentu jodoh. 

Sejujurnya tidak ada yang baik-baik saja bagi perasaaan wanita yang telah berusia seperempat abad sepertiku di hantui oleh pertanyaan-pertanyaan horor tentang, "Kapan nikah? Mau nunggu yang bagaimana lagi? Nanti keburu tua lho, kamu terlalu milih-milih sih" pertanyaan itu sering kali menghantui pikiran terlebih perasaan. Sedih? Kesel? Pengen marah? Tentu saja, tapi perihal jodoh itu mutlak kekuasaan Allah.

Terlebih teman-teman seusiaku memang sudah berumah tangga dan memiliki anak. Aku bukan hanya kehilangan temanku tapi juga rasa percaya diriku. 

Aku yang dulu pede saja menghabiskan waktu silaturahmi ke sana-sini dengan menyambangi rumah teman-temanku sekarang terus terang sedikit menghindar. 

Bukan karena tidak ingin berkawan lagi. Jauh di lubuk hatiku sangat rindu. Ingin berbagi cerita seperti dulu. Tapi semua tak lagi sama. Bukan karena jarak tapi keadaan yang membuat kita jadi terasa jauh.

Keinginan menyempurnakan ibadah dengan menikah merupakan impian setiap orang. Namun, seperti yang kita tahu bahwa jodoh adalah rahasia Illahi yang nggak pernah kita ketahui sebelumnya. 

Sebagian orang mungkin nggak akan kesulitan menemukan calon pendamping hidup. Namun, sebagian yang lain merasa galau dan baper lantaran Allah masih belum mempertemukan dengan jodohnya.

Jodoh mungkin adalah ujian terbesar yang saat ini di berikan Allah untukku. Bagaimana tidak !!! Sampai saat ini belum ada juga tanda-tanda untuk perubahan statusku. Seringkali orang bertanya kenapa belum nikah? Tak jarang ada tudingan "jomlo akut" dan tak sedikit yang bilang "nggak kasihan sama orang tua".

 Disaat semua tanya itu dilontarkan, terkadang disaat iman sedang kokoh aku masih bisa tersenyum, namun disaat iman rapuh tak jarang aku ingin marah terhadap mereka. 

Tapi segera kuredam dengan istigfar lantas mengambil wudu. Siapa sih yang tak ingin menikah ? Usaha dan doa sudah dilakukan, ibadah sunnah untuk mendekatkan jodoh pun sesuai saran-saran teman aku kerjakan. 

Mungkin memang belum waktunya bagiku. Bukan tak ada yang menghampiri, ada yang datang tapi apa iya aku asal comot, tidak mepertimbangkan orang tua ku ?

Soal kriteria? Aku bahkan tak pernah memasang kriteria berlebihan untuk menjadi pendampingku. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis "Nikahilah wanita karena empat perkara, hartanya, nasabnya, kecantikannya dan agamanya. Karena itu pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung "( Riwayat Bukhari-Muslim)

Aku mendambakan seorang suami yang menjaga ibadahnya, bisa membimbingku menjadi lebih baik, mencintaiku, keluargaku dan juga agamaku. Sesimpel itu, sehingga tidak hanya menua bersama tapi juga ke surga bersama.

Pertanyaan tentang kapan masih terus berdatangan dari saudara, tetangga, teman dan sebagainya. Seolah aku selalu menjadi sasaran empuk setiap kali ada pertemuan, entah kebetulan atau memang aku yang ke baperan? lalu aku hanya menjawab, "Mohon doanya saja agar disegerakan dan diberi yang terbaik." 

Dalam hati aku menangis sejadi-jadinya, menjerit, ingin mengatakan pada semuanya, "Andai mereka tahu perihal jodoh itu hanya Allah yang bisa mendatangkan dan aku pun sudah ingin sekali menikah."

Sering aku mengatakan pada diriku sendiri bahwa aku baik-baik saja, tapi justru dalam hati aku merasa tidak ada yang baik-baik saja. Namun aku tidak mau waktuku terbuang sia-sia dan menjadi terpuruk hanya karena omongan orang-orang. 

Aku memanfaatkan waktuku untuk mengembangkan karirku sembari mengeksplore diriku. Ya, aku sering kali berpindah-pindah tempat kerja selain karena mengembangkan potensi diri dengan menambah ilmu aku juga mencari peluang untuk bertemu jodohku. Siapa tau dia di lingkungan kerjaku.

Nyatanya lingkungan kerjaku tak seperti yang dibayangkan, tidak ada yang seusiaku malah. Mayoritas bapak-bapak paruh baya. Lucu ya kadang yang kita harapkan memang tidak sesuai kenyataan.

Tapi aku senang karena bersama mereka yang lebih berpengalaman aku jadi seringkali mendapat nasehat-nasehat yang baik untuk kehidupanku dimasa yang akan datang.

Aku cukup aktif di sosmedku, bukan karena narsis. Tapi aku mengikuti banyak group online yang membawa kepada kegiatan-kegiatan positif. Untuk memompa iman yang sedang turun, ini jadi pilihan yang tepat agar aku tidak galau atau depresi, naudzubillah. 

Ada banyak kegiatan yang kuikuti dari kelas jodoh bersama Setia Furqon Kholid, Yuk Hijrah, Khataman Online dll. Seringkali ketika hati down tanpa sengaja kubuka notice dari group yang seakan pesan itu disampaikan hanya untukku dan membangkitkan semangatku lagi untuk terus berprasangka baik pada takdir Allah.

Hingga suatu hari ada sebuah pesan singkat masuk di inboxku. Aku sangat kaget. Masya Allah, benarkah ini Iqbal Assegaf kakak tingkatku? Kenapa dia tiba-tiba menghubungiku?

Lebih kepada rasa penasaran. Sebetulnya aku dan dia telah lama berteman di Facebook tapi tak pernah bertegur sapa. Sesekali aku menyukai postingan yang muncul di timelineku. Sedang dia tak pernah memberi tanggapan apapun.

Tak heran karena semasa kuliah dulu dia cukup populer di kampus. Zaman masih kuliah saja banyak sekali fansnya. Setiap postingan dia memang seperti racun kalau istilah sekarang mah bisa dibilang selebgram. 

Kadang hanya sekedar foto biasa yang tidak terlalu instagramable tapi yang like dan komen selalu rame. Aku juga heran. Aku yang dulu pernah bekerja sebagai Digital marketing saja selalu pusing dengan konten seperti apa lagi yang harus kubuat supaya trafic tidak turun. Kadang desain dan isi sudah oke saja masih kurang responnetizen. Ya itulah dia bak magnet yang menarik untuk jadi perhatian.

Kusadarkan diriku dari lamunan karena teringat ada pesan yang harus kubalas "Assalamu'alaikumde, sekarang dimana?" Sapa nya.

"Wassalamu'alaikum , masih di Bandar Lampung kak", jawabku singkat.

Obrolan itu pun terus berlanjut hingga akhirnya kami bertukar nomor Whatshapp.

Masih kuingat dalam benakku malam itu adalah malam pergantian tahun baru. Aku tak pernah merayakannya. Tidak ada yang istimewa bagiku. Tapi selalu ada harapan baru, atau lebih tepatnya impian lama kembali terpanjat dalam doa agar segera terwujud ditahun yang baru. 

Aku menghabiskan waktu dirumah saudara temanku. Memilih melupakan keinginan untuk keluar hanya sekedar melihat kembang api. Beruntungnya malam itu hujan. Tanpa harus beralibi apapun aku bisa tidur diawal waktu.

Keesokan harinya aku keluar untuk sekedar berjalan-jalan di tempat wisata. Aku senang sekali bertadabur alam. Alam selalu memberikan keindahan dan ketenangan. Tak lupa kuabadikan moment dan kuupload di Instagram dan story' WA lengkap dengan caption harapan yang ingin kucapai.

Tidak lama kemudian dia mereplaystory' ku dan kami berlanjut dengan saling bercerita tentang keadaan saat ini dalam menanti jodoh. Aku tak tau bahwa dia juga masih dalam masa penantian. 

Rasanya tak mungkin orang sepertimu bisa kesulitan dalam menemukan jodoh. Sedang pengagumu saja sangat banyak. Terlalu banyak pilihan mungkin saja. "Dia bercerita hubungannya dengan seseorang baru saja kandas, dan berniat mencari jodoh yang serius".

 Membaca kisahnya memang seperti membaca ceritaku sendiri. Terus terang waktu itu aku sempat berfikir Dia kah orangnya? Dia kah orang yang Allah persiapkan untukku? Setelah berapa kali hati ini patah karena sebuah pengharapan yang palsu ketika masa pengenalan, dia kah gantinya?

 "Ya sudah istikharah dulu ya, kalau memang jodoh minta didekatkan kalau bukan jodoh segera dijauhkan", katanya.

Seketika air mataku menetes jatuh kepipi. Malam itu aku menginap di pesantren. Sungguh aku mencurahkan semuanya pada illahiRabbi. Segera aku mengambil air wudhu untuk menunaikan shalat Isya dan istikharah. 

Bagiku sebuah ajakan baik harus segera dilaksanakan. "Ya Allah jika ini kabar baik dari-Mu mohon ridhoi dan lancarkan semuanya, sungguh aku percaya takdir-Mu adalah yang terbaik".

Aku tak ingin menyia-nyiakan waktu, semalaman kuhabiskan untuk bermunajat pada-Nya.

Selepas shalat hatiku terasa begitu tenang, sangat tenang. Aku sendiri tak paham arti ketenangan ini sebetulnya apa. Karena aku seperti tak merasakan beban dan pikiran apapun.

Kembali ke rutinitasku seperti biasa, sejak awal aku membatasi diriku untuk tak berharap lebih pada siapapun yang belum pasti halal bagiku. Aku mulai melingkari kalender, hari demi hari. 

Bertanya kepada Allah apakah mungkin dia ini adalah imam bagiku yang akan membawa kebaikan untuk agamaku, keluargaku atau sebaliknya ? Hari demi hari terlewati dengan berbagai pertanyaan yang besar namun aku terus bermohon agar kiranya Allah masih sudi memberiku petunjuk.

Hari berganti hari hingga satu bulan lamanya belum ada kesimpulan apapun. Aku tetap saja mengikhtiyarkan yang terbaik semampu yang aku lakukan. Sering muncul pertanyaan "mungkin dia hanya bercanda, mungkin dia memang tak serius", tapi selama itu baik kenapa tidak dicoba saja terus. 

Aku bukan tipe yang mudah untuk menghubungi dahulu untuk sekedar menanyakan kabar, aku malu sangat pemalu. Tidak ada obrolan intens. Sesekali dia masih menghubungiku. Bagiku itu sudah cukup.

Bulan berganti bulan tiba-tiba dia menghilang tanpa kabar. Dia bahkan menghilang dari story WA. Aku tau itu, tapi kubiarkan saja. Jika dia datang dengan niat baik untuk serius menikahiku pasti dia akan kembali. Meski ada tanda-tanda dia sudah ingin menjauh dariku. Aku tetap saja melakukan istikharah sampai benar-benar mendapatkan kesimpulan yang nyata.

Hampir dua bulan dia menghilang, sejujurnya aku sangat resah. Resah dengan ketidakpastian. Kadang kusimpulkan sendiri, oh mungkin dia sudah menemukan yang lain yang tepat dan yang lebih baik. 

Aku tak banyak mengetahui tentangnya karena kami tinggal berbeda kota. Aku hanya mengetahui dari cerita yang kubaca. Benar saja hanya yang kubaca darinya. Karena bahkan kami belum sempat mengobrol lewat telephone atau lainnya.

Dia memang kakak tinggkatku di kampus. Tapi aku belum memiliki kesan istimewa apapun dengannya. Kami tak pernah mengobrol mungkin hanya sekedar say hello saja waktu lewat. 

Dia memang ramah, ramah sekali sama semua orang. Ada banyak teman-temanku yang menyukainya bahkan mengungkapkan padaku ingin menyatakan cinta padanya. Yang kutahu dia adalah aktivis tapi juga sangat agamis, itu istimewanya dia, memandang wajahnya seakan teduh.

 Sangat cerdas bahkan belum diwisuda pun sudah lanjut S2. Selesai S2 langsung keterima PNS sebagai dosen. Alhamdulillah jalannya terlihat mulus, mungkin karena dia juga visioner. Tahu kemana jalan hidupnya akan dibawa. Satu moment baik yang teringat di memoriku kala itu sidang paripurna disatu ruangan di fakultas. 

Dimana semua mahasiswa terlihat saling otot-ototan dengan argumennya, aku yang mengintip dari jendela melihat dia tanpa sengaja, "temen-temen mari istigfar dulu supaya tenang" ajaknya. Saat itu satu ruangan yang tadinya dipenuhi suasana panas langsung istigfar semua. 

"Masya Allah hanya itu yang kucapkan sembari meninggalkan ruangan itu. Aku bahkan tidak berani untuk berpikir menyukainya. Sama sekali tidak, jauh sangat jauh jika mengharapkannya.

Jauh sebelum dia menghubungiku ada seorang teman curhatku yang mengirimkan sreenshoot foto kepadaku. "Ini lho calon saleh", kata Zein waktu itu. Setelah kubuka rupanya Iqbal Assegaf. Seketika aku membalas " Walah kalau aku daftar aku nggak tahu dapat nomor urut keberapa", jawabku dengan emot ketawa.

 "Nggak mau coba ikhtiar dulu. Siapa tahu kamulah orang yang beruntung, ini aku kirim kontaknya", sahut temanku.

"Ya sudah aku ikhtiar lewat doa saja ya, kasihan yang antre sudah banyak", jawabku.

Sebenarnya waktu itu aku hanya menjawab dengan spontan saja. Tapi aku simpan juga kontaknya. Sesekali aku melihat kontak WAnya sembari bergumam "apa mungkin chatmu bakal datang ke tempatku nanti", hehehe.

Aku memang sempat menyebut namanya dalam doaku, . "Ya Allah aku sebetulnya tidak punya kriteria yang bagaimana-bagaimana yang terbaik menurut-Mu saja, mungkin bisa seperti Kak Iqbal Assegaf. Kalau bukan dia paling tidak yang mendekati seperti dia", aamiin. Ya , tanpa kusadari aku pernah bermunajat seperti itu.

Kembali pada keadaanku ketika menunggu kepastian darinya. Aku semakin mendekat pada Allah, minta pada Allah. Bahkan dia jadi alasan aku yang malas bangun disepertiga malam jadi rajin untuk bangun untuk curhat pada pemilik hati. Andaipun dia bukan jodohku setidaknya aku sudah mengikhtiarkan dengan maksimal.

Suatu hari ada notice dari grup kelas jodoh yang isinya "Jika kau ada diposisi menanti dalam ketidakpastian hanya ada dua pilihan. Beranikan diri untuk berusaha mendapatkannya dengan risiko kecewa jika cinta tak didapatkan (namun mudah untuk move on). 

Atau yang kedua, jika kau tak bernyali untuk mengungkapkan segera ikhlaskan, lupakan bayangannya dan terimalah orang baik di masa kini yang lebih pasti untuk membawamu ke gerbang pernikahan". Jujur hatiku tergerak untuk menanyakan kepastian itu.

Malam itu, malam Jum'at usai aku berbuka puasa sunah aku salat dan mengaji tak lupa membaca Yasin. Setelahnya aku berdoa dalam kepasrahan menanti jawaban terbaik.

Allah seakan menjawab doaku dengan tunai, ada pesan masuk dari dia. Dia yang hanya menanyakan kabar. Tapi aku tau pasti ada maksud lain. Hatiku berdebar tak menentu. Jika memang keputusan ini membuat kecewa aku siap ya Allah. "Masih ingatkah dengan istikharah yang sempat kita diskusikan?", Katanya.

"Iya, sampai saat ini aku masih istikharah terus kok, bagimana?" jawabku.

Antara kabar baik atau kabar buruk nih, bismillah saja (gumamku dalam hati)

"Sampai saat ini aku belum menemukanmu lewat mimpi atau lewat pertanda apapun, jadi kita saudaraan saja ya" lanjutnya.

Bohong jika aku tak kecewa, hati perempuan mana yang tak patah ketika diberikan sebuah pengharapan. Meski dengan mata yang berkaca-kaca aku membalasnya " Iya gapapa, memang tidak ada ikatan antara kita, semoga kamu menemukan yang tepat", balasku.

Seketika aku menangis sejadi-jadinya. Haruskah berakhir seperti ini lagi Ya Rabb. Kenapa hanya aku yang menemukannya dalam mimpi? Dua hari sebelumnya aku bermimpi dia datang ke rumahku, menemui orang tuaku, bercengkrama sangat akrab dengan keluargaku. Seolah memberi pertanda baik.

Tapi malam itu dia memberi kabar baik hanya untuknya, dia yang sudah ada signal-signal jodoh dengan yang lain bukan denganku.

Aku mungkin sempat menaruh hati padanya. Bukan karena dia yang dulu atau bahkan dia yang sekarang telah sukses. Wajahnya saja aku lupa seperti apa. Tapi karena Allah datangkan dia disaat aku benar-benar meminta pada-Nya, agar segera dipertemukan dengan jodohku. Allah sudah sangat baik padaku. Mengabulkan doaku yang bahkan tanpa sengaja kupinta. Aku yang pernah menyebut namanya dalam doa yang berlalu begitu saja.

 Tiba-tiba Allah datangkan dia secara nyata. Memberikan kesempatan padaku untuk dekat dengannya. Walau akhirnya jadi saudara, namanya menjadi satu-satunya yang sempat kulangitkan dalam istikharah panjangku. 

Denganku atau bukan doaku tetap sama semoga bahagia hingga ke surga. Mungkin mengikhlaskan adalah cara yang paling tepat untuk mencintainya saat ini. 

Aku percaya Allah mengizinkannya masuk kedalam kehidupanku bukan tanpa alasan, jika bukan ke pelaminan ya jadi sebuah pelajaran dalam memilih jodoh yang tepat. Aku tidak pernah marah, yang kusadar saat ini sebenarnya tidak ada orang jahat, hanya aku yang sudah kelewat berharap.

Setiap kita mempunyai skenario hidup termasuk cerita jodoh yaitu bagaimana proses penjemputan jodoh masing-masing. Mungkin ada yang awalnya tak saling kenal akhirnya menikah. 

Atau ada juga yang sudah kenal sejak lama dan akhirnya menikah walaupun tak pernah menduga sebelumnya. Ya! Jodoh itu adalah bagian dari rezeki, perlu diusahakan, perlu diikhtiarkan. Pesanku semoga kita semua senantiasa istiqomah dijalan yang benar dalam proses penantian ini. Fokus saja terhadap peningkatan kualitas diri . 

Jika kamu sibuk memperbaiki diri, insyaallah jodohmu juga sibuk memperbaiki diri. Janji Allah itu pasti dalam Surat An Nur "Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun