Hampir dua bulan dia menghilang, sejujurnya aku sangat resah. Resah dengan ketidakpastian. Kadang kusimpulkan sendiri, oh mungkin dia sudah menemukan yang lain yang tepat dan yang lebih baik.Â
Aku tak banyak mengetahui tentangnya karena kami tinggal berbeda kota. Aku hanya mengetahui dari cerita yang kubaca. Benar saja hanya yang kubaca darinya. Karena bahkan kami belum sempat mengobrol lewat telephone atau lainnya.
Dia memang kakak tinggkatku di kampus. Tapi aku belum memiliki kesan istimewa apapun dengannya. Kami tak pernah mengobrol mungkin hanya sekedar say hello saja waktu lewat.Â
Dia memang ramah, ramah sekali sama semua orang. Ada banyak teman-temanku yang menyukainya bahkan mengungkapkan padaku ingin menyatakan cinta padanya. Yang kutahu dia adalah aktivis tapi juga sangat agamis, itu istimewanya dia, memandang wajahnya seakan teduh.
 Sangat cerdas bahkan belum diwisuda pun sudah lanjut S2. Selesai S2 langsung keterima PNS sebagai dosen. Alhamdulillah jalannya terlihat mulus, mungkin karena dia juga visioner. Tahu kemana jalan hidupnya akan dibawa. Satu moment baik yang teringat di memoriku kala itu sidang paripurna disatu ruangan di fakultas.Â
Dimana semua mahasiswa terlihat saling otot-ototan dengan argumennya, aku yang mengintip dari jendela melihat dia tanpa sengaja, "temen-temen mari istigfar dulu supaya tenang" ajaknya. Saat itu satu ruangan yang tadinya dipenuhi suasana panas langsung istigfar semua.Â
"Masya Allah hanya itu yang kucapkan sembari meninggalkan ruangan itu. Aku bahkan tidak berani untuk berpikir menyukainya. Sama sekali tidak, jauh sangat jauh jika mengharapkannya.
Jauh sebelum dia menghubungiku ada seorang teman curhatku yang mengirimkan sreenshoot foto kepadaku. "Ini lho calon saleh", kata Zein waktu itu. Setelah kubuka rupanya Iqbal Assegaf. Seketika aku membalas " Walah kalau aku daftar aku nggak tahu dapat nomor urut keberapa", jawabku dengan emot ketawa.
 "Nggak mau coba ikhtiar dulu. Siapa tahu kamulah orang yang beruntung, ini aku kirim kontaknya", sahut temanku.
"Ya sudah aku ikhtiar lewat doa saja ya, kasihan yang antre sudah banyak", jawabku.
Sebenarnya waktu itu aku hanya menjawab dengan spontan saja. Tapi aku simpan juga kontaknya. Sesekali aku melihat kontak WAnya sembari bergumam "apa mungkin chatmu bakal datang ke tempatku nanti", hehehe.