Aku memang sempat menyebut namanya dalam doaku, . "Ya Allah aku sebetulnya tidak punya kriteria yang bagaimana-bagaimana yang terbaik menurut-Mu saja, mungkin bisa seperti Kak Iqbal Assegaf. Kalau bukan dia paling tidak yang mendekati seperti dia", aamiin. Ya , tanpa kusadari aku pernah bermunajat seperti itu.
Kembali pada keadaanku ketika menunggu kepastian darinya. Aku semakin mendekat pada Allah, minta pada Allah. Bahkan dia jadi alasan aku yang malas bangun disepertiga malam jadi rajin untuk bangun untuk curhat pada pemilik hati. Andaipun dia bukan jodohku setidaknya aku sudah mengikhtiarkan dengan maksimal.
Suatu hari ada notice dari grup kelas jodoh yang isinya "Jika kau ada diposisi menanti dalam ketidakpastian hanya ada dua pilihan. Beranikan diri untuk berusaha mendapatkannya dengan risiko kecewa jika cinta tak didapatkan (namun mudah untuk move on).Â
Atau yang kedua, jika kau tak bernyali untuk mengungkapkan segera ikhlaskan, lupakan bayangannya dan terimalah orang baik di masa kini yang lebih pasti untuk membawamu ke gerbang pernikahan". Jujur hatiku tergerak untuk menanyakan kepastian itu.
Malam itu, malam Jum'at usai aku berbuka puasa sunah aku salat dan mengaji tak lupa membaca Yasin. Setelahnya aku berdoa dalam kepasrahan menanti jawaban terbaik.
Allah seakan menjawab doaku dengan tunai, ada pesan masuk dari dia. Dia yang hanya menanyakan kabar. Tapi aku tau pasti ada maksud lain. Hatiku berdebar tak menentu. Jika memang keputusan ini membuat kecewa aku siap ya Allah. "Masih ingatkah dengan istikharah yang sempat kita diskusikan?", Katanya.
"Iya, sampai saat ini aku masih istikharah terus kok, bagimana?" jawabku.
Antara kabar baik atau kabar buruk nih, bismillah saja (gumamku dalam hati)
"Sampai saat ini aku belum menemukanmu lewat mimpi atau lewat pertanda apapun, jadi kita saudaraan saja ya" lanjutnya.
Bohong jika aku tak kecewa, hati perempuan mana yang tak patah ketika diberikan sebuah pengharapan. Meski dengan mata yang berkaca-kaca aku membalasnya " Iya gapapa, memang tidak ada ikatan antara kita, semoga kamu menemukan yang tepat", balasku.
Seketika aku menangis sejadi-jadinya. Haruskah berakhir seperti ini lagi Ya Rabb. Kenapa hanya aku yang menemukannya dalam mimpi? Dua hari sebelumnya aku bermimpi dia datang ke rumahku, menemui orang tuaku, bercengkrama sangat akrab dengan keluargaku. Seolah memberi pertanda baik.