Mohon tunggu...
Goday311002
Goday311002 Mohon Tunggu... Penulis - Siswa

"Mengalah bukan berarti kalah, diam bukan berarti takut. Belajarlah mengalah sampai tak seorang pun bisa mengalahkanmu. Belajarlah merendah sampai tak seorangpun bisa merendahkanmu."

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Bocah Pejuang Kanker

21 Februari 2020   05:52 Diperbarui: 21 Februari 2020   05:53 1729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

         Kisah ini, kisah nyata yang coba saya angkat dari kehidupan sendiri menjadi sebuah kisah inspirasi. Dengan seorang bocah pejuang kanker yang tak kenal lelah berjuang demi kesembuhannya sampai dia tak sanggup bertahan hidup karena penyakit yang kian lama semakin dalam menggerogoti tubuh mungilnya.

         Saya tinggal dengan keluarga sederhana di Desa Belawa, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon - Jawa Barat. Saya anak pertama dan mempunyai adik laki-laki 1. Disini saya mau menceritakan perjuangan adik saya melawan penyakit kanker.

         Oh iya, perkenalkan nama saya Dani. Saya Kakak dari Candra. Seorang bocah berumur 3 tahun. Memang umur yang masih terbilang sangat kecil terlihat mungil, gemas, dan mungkin lagi banyak tingkah. "Tapi, kenapa di umur yang masih kecil sudah di hadapkan dengan penyakit yang begitu ganas? Kenapa penyakit itu harus menyerang adik saya? Kenapa penyakit dengan biaya mahal malah mengenai orang miskin seperti kami? Kenapa tidak kepada mereka yang punya banyak uang? Kenapa!!?" Tanyaku pada diri sendiri.

***

         Dewi malam telah berganti dengan sang surya dengan cuaca sedikit mendung. Tapi mendung belum tentu hujan. Waktu menunjukkan pukul 08:00 Candra mandi kemudian bersiap main dengan teman-temannya, biasalah anak kecil main kejar-kejaran atau yang lainnya yang bisa membuat mereka tertawa lepas.

"Candra udah mandi? Main yuk." Salsa mengajak Candra untuk bermain.

         Oh iya, kenalin Salsa teman Candra. Umur mereka berdua sama 3 tahun bahkan tanggal lahirnya pun sama cuman yang membedakan, Salsa lahir di pagi hari & Candra Sore hari.

"Hayu atuh, main apaan?" Tanya Candra.

"Main loncat-loncatan saja, di sana kan ada tempat duduk lumayan buat main loncat-loncatan."

"Tapi kurang seru kalo berdua, ajak yang lain juga." Lanjut Salsa menjawab.

"Ya udah hayu atuh ajak yang lain."

         Mereka pun mengajak yang lain untuk bermain loncat-loncatan di tempat duduk dan tertawa lepas seperti biasanya. Setelah cape, mereka  pulang untuk makan dan dilanjutkan setelah tidur siang tapi dengan permainan yang berbeda. Namanya juga anak-anak paling suka dengan permainan. Tapi bukan mempermainkan hati, mereka masih polos untuk tentang itu. Waktu menunjukkan pukul 16:00 mereka lupa untuk berjanji main lagi setelah tidur siang. Dan akhirnya mereka main sampai menjelang maghrib.

"Enaknya main apa?" Candra bertanya ke teman-temannya.

"Main kejar-kejaran saja, enak kalo sore-sore main kejar-kejaran." Sahut salah satu temannya.

"Hayu atuh."

         Tak terasa sudah satu jam setenagah bentar lagi menjelang maghrib, mereka pulang untuk mencuci tangan dan kaki. Kemudian istirahat di malam hari dengan di temani dewi malam yang begitu cantik.

"Udahan mainnya, kita pulang yuk."

"Hayu"

***

         Keesokan harinya Candra dan teman-teman bermain kembali dengan jadwal permainan yang masih sama seperti kemarin. Tapi kali ini ada kejanggalan yang di rasakan Candra. Ia merasakan kakinya sakit setelah main loncat-loncatan.

"Kita main kaya kemarin lagi yuk." Ucap teman-temannya.

"Hayu atuh lah."

"Buruan Candra giliran kamu buat loncat." Sahut teman-temannya menyuruh Candra lompat karna sekarang gilirannya untuk lompat.

"Oke saya melompat."

         Candra pun melompat tapi ntah kenapa kakinya terasa sakit seperti terkilir. Ia merasa kesakitan yang tidak biasanya.

"Kenapa Candra?"

"Kakinya sakit, aduuhhh."

"Panggil mamahnya kesini." Ucap salah satu temannya menyuruh memanggil mamahnya Candra.

"Kenapa?" Tanya mamah Candra dengan raut muka panik.

"Tadi abis main loncat-loncatan trus kaki Candra mendadak sakit setelah main."

         Candra di bawa ke Puskesmas terdekat untuk mengecek kondisi kakinya. Ternyata cuma terkilir biasa dan sudah di urut. Setelah di rasa sudah sembuh, ia bermain kembali seperti semula dan permainan masih sama yaitu loncat-loncatan di tempat duduk. Hal yang tak di duga-duga terulang kembali. Kaki Candra terkilir lagi dan langsung di bawa ke Puskesmas.

"Kita main loncat-loncatan lagi yuk." Ajak Candra.

"Hayu. Emang kamu udah sembuh?"

"Udah kok, tapi belum sembuh total. Tapi gapapalah saya mau main loncat-loncatan lagi."

"Ya udah atuh hayu main lagi tapi kamu duluan."

"Siap. Saya loncat ya."

"Iya"

"Hitung dong."

"1, 2, 3 loncat." Teriak teman-temannya sambil menghitung.

"Aaaduuhhhh.. Sakittt.."

"Tuhkan sakit lagi, panggil mamahnya lagi."

"Mamah Candra, itu si Candra kakinya sakit lagi." Ucap salah satu temannya ke mamah Candra.

"Kan kata mamah juga diem di rumah jangan main loncat-loncatan lagi. Sakit lagi kan kakinya. Hayu ke Puskesmas lagi."

***

         Setelah beberapa hari Candra tak bermain sama teman-temannya. Ia merasa bosan dengan berkurung terus di rumah.

"Mah, pengen mainn.." Candra merengek ke mamahnya karna ingin main.

"Ya udah kamu boleh main tapi inget jangan main loncat-loncatan."

"Iya mah makasih."

         Maklumlah anak kecil, pasti bandel ngga mau di atur-atur. Dan lagi-lagi untuk kesekian kalinya kaki Candra sakit kemudia dibawa ke Puskesmas kembali.

"Aduuhh... mamah kaki saya sakit pisan..mamahhh" Candra merengek kesakitan karena main loncat-loncatan kembali tanpa mendengarkan omongan mamahnya.

"Mangkanya kalo di omongin nurut jadi anak bandel pisan. Hayu periksa ke Puskesmas lagi."

         Candra dan mamah bergegas pergi ke Puskesmas dengan diantar saya naek motor untuk mengecek kembali keadaan kaki adik saya.

"Dok, sebenarnya anak saya sakit apa? Kok kakinya ngga sembuh-sembuh?" Tanya mamah ke Dokter yang sering memeriksa kaki Candra sembelumnya.

"Saya juga merasa heran padahal kakinya gapapa, bagus. Hemmm.. begini saja, saya buat surat rujukan ke Rumah Sakit Waled ya bu. Gimana?" Tanya bu Dokter

"Boleh dok."

"Oke saya buatkan sebentar ya bu."

         Kemudian kami bergegas ke Rumah Sakit Waled yang ada di daerah Cirebon Timur. Sesampainya disana, ia langsung di cek dan betapa terkejutnya kami ketika mendengar penyakit yang di derita Candra yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD)

"Maaf bu, setelah melakukan pengecekan terhadap anak ibu, anak ibu terkena penyakit DBD." Ucap dokter memberitahu keadaannya.

"Apa? DBD?"

"Iya bu, yang sabar ya."

        Kami pun bingung kenapa bisa terkena penyakit DBD. Tapi kami melupakan hal itu, yang penting sekarang fokus ke penyembuhan Candra."Dan, pulang dulu ambil baju salin." Mamah menyuruh saya pulang ke rumah untuk mengambil baju salin selama di Rumah Sakit.

"Iya mah."

         Saya bergegas pulang ke rumah untuk mengambil baju buat salin mereka di Rumah Sakit. Sementara itu, Bapak saya sedang mencari uang. Ketika mendengar kabar itu, ia kaget mendengar anak bungsunya di bawa ke rumah sakit.

"Hallo pak, ini Candra di bawa ke rumah sakit kata dokter kena penyakit DBD." Mamah saya memberitahu kabar Candra ke suaminya.

"Hah? Kok bisa? Ya udah bapak pulang sekarang."

         Memang bapak saya bekerja sebagai buruh bangunan jadi suka pundah-pindah tempat. Jarak kami jauh berbeda kota.

***

         Keesokan harinya pukul 02:00 dini hari, bapak sampai di Rumah Sakit. Kemudian menanyakan kabar terbaru tentang anaknya kepada mamah.

"Mah, gimana kabar Candra sekarang? Ada perubahan belum?"

"Belum pak. Tunggu nanti siang saja."

"Oke kalau gitu."

         Mereka melanjutkan tidur untuk mempersiapkan energi di siang hari sekaligus mengurus persyaratan Rumah Sakit.

"Pak bangun udah agak siang."

"Iya"

"Urus-urus persyaratan Rumah Sakit dulu."

"Iya. Mana persyaratannya?"

"Nih"

         Setelah urus-urus dan setelah beberapa hari di rawat di Rumah Sakit Waled, kami merasa tidak ada perubahan sama sekali terhadap Candra. Akhirnya kami memutuskan untuk membawa pulang saja kerumah.

"Giaman ini pak, ngga ada perubahan sama sekali?"

"Iya ya, ngga ada perubahan sama sekali. Hmmmm bawa pulang ajah ya?"

"Ya sudah kalo mau bawa pulang gapapa & uang juga mau abis."

"Ya udah bapak urus-urus dulu ya."

"Iya pak."

         Selesai urus-urus Rumah Sakit, Candra di perbolehkan pulang. Dan sesampainya di rumah, ia bisa bermain tapi itu ngga berlangsung lama. Ia drop kembali. Dengan muka panik, Orang tua Candra langsung membawa ke Rumah Sakit Gunung Jati Cirebon."Pak gimana ini, kok makin drop?" Tanya mamah dengan muka panik ke bapak.

"Iya nih, bawa ke Rumah Sakit Gunung Jati saja ya?"

"Ya udah yang penting di rawat."

         Saya ngga ikut kesana, karna besok sekolah. Mereka tiba di Rumah Sakit dan dokter langsung mengecek kondisi Candra. Mereka menunggu agak lama dan dokter keluar dengan memberi kabar buruk bahwa Candra anaknya terkena penyakit kanker darah dan harus di rujuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.

"Maaf, ini dengan orang tua dari pasien atas nama Candra?" Tanya dokter.

"Iya kami orang tuanya. Gimana kondisi anak kami dok?"

"Anak bapak & ibu terkena penyakit kanker darah (leukimia) dan harus di rujuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Karena disana alat-alatnya sudah memadai bu, pak."

"Apa? Kanker? Ya sudah pak beri kami surat rujukannya." Mereka terkejut dengan apa yang di ucapkan dokter.

"Oke saya buat surat rujukannya sekarang."

"Makasih pak."

         Dan mereka langsung membawa buah hatinya ke Bandung. Demi menyelamatkan nyawa anaknya. Mereka rela menghutang sana sini seperti istilah gali lobang tutup lobang. Sesampainya di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Candra langsung di bawa ke IGD untuk pengecekan.

"Gimana pak anak kami? Apakah baik-baik saja kondisinya?"

"Anak bapak dan ibu sekarang sedang sedang di infus dan di tambah cairan."

"Makasih dok."

"Sama-sama. Mari."

         Mereka merasa letih karena jarak yang begitu jauh dari Cirebon - Bandung. Lumayan menguras ongkos lebih karena tidak di antar menggunakan mobil dari desa.

"Pak, bu. Maaf ganggu, sekarang bapak dan ibu boleh melihat anaknya tapi jangan lama-lama ya."

"Makasih dok."

"Sama-sama."

***

"Mah, pa. Ada di mana ini?" Tanya Candra

"Di Rumah Sakit Bandung."

"Emang sakit apa?"

"Sakit biasa kok." Jawab mamahnya sambil senyum menyimpan kebohongan agar tidak menjadi beban pada anaknya.

         Setelah beberapa hari akhirnya mendapatkan ruangan. Dan memilih ruangan yang sesuai dengan isi dompet. Maklumlah merantau dari Cirebon ke Bandung. Beberapa hari kemudian saatnya pemberian obat kemo terapi yang pertama dimasukkan lewat suntikkan dan rasa dari efek sampingnya itu sakit, nyilu, badan ngga enak, mual-mual, rambut mulai rontok karena obat yang dimasukan tebilang keras.

"Mah, kok rambunya rontok?" Candra menanyakan hal janggal yang menimpa rambutnya.

"Ouh itu gapapa kok nanti juga tumbuh lagi. Do'a ajah biar cepet sembuh dan cepet tumbuh rambutnya."

"Iya mah."

         Hari berganti hari dan mereka mencari penginapan di sekitaran Bandung. Ada sebuah Yayasan yang menampun anak-anak penderita kanker di Bandung yaitu Yayasan Rumah Cinta Abah Lutung Bandung. Ya, Yayasan ini sudah lama menampung anak-anak penderita kanker. Perkenalkan pemilik yayasan yang sering di panggil Abah dan Ambu. Abah dan Ambu mendirikan yayasan ini karena dulu anak mereka pun sama menderita penyakit kanker kemudian anaknya meninggal karena ganasnya kanker. Setelah kejadian itu, Abah dan Ambu membuat yayasan yang bernama "Yayasan Rumah Cinta Abah Lutung". Yayasan ini kini sering di kunjungi para donatur yang dermawan dan baik hati menyumbangkan apa yang dia punya baik itu berbentuk uang maupun barang untuk anak-anak penderita kanker yang ada di yayasan tersebut.

"Assalamu'alaikum, pak punten saya mau ikut gabung di yayasan bapak?" Tanya mamah ke pemilik yayasan.

"Boleh saya liat berkasnya dulu?"

"Boleh ini pak."

"Oke saya cek dulu ya bu. Atas nama Candra pengidap kanker darah (leukimia) umur 3 tahun dari Cirebon. Oke selamat bergabung di yayasan kami ya bu."

"Makasih pak."

         Beberapa bulan kemudian mereka berpulang kampung ke Cirebon karena uang menipis dan sekalian ingin bertemu dengan saya yang ditinggal di rumah sendirian. Mereka berdua pulang tanpa Bapak. Ia kerja kembali setelah mamah dan candra mendapat yayasan. Ia kerja untuk bayar biaya obat. Ya walaupun mempunyai BPJS tapi nebus obat pakai uang apalagi obatnya mahal-mahal.

"Assalamu'alaikum. Dani sehat? Mamah mau pulang nanti di jemput di Sindang." Suara pesan SMS di hp.

"Wa'alaikumsalam. Alhamdulillah sehat mah. Iya nanti di jemput. Gimana mamah sama Candra sehat?"

"Alhamdulillah sehat dan Candra masih dalam pengobatan kemo."

         Setibanya di rumah, Candra membawa banyak mainan yang di berikan oleh donatur-donatur yang baik. Mainannya sedikit usang tapi masih bagus dan membuat para penderita kanker senang dengan hadiah yang mereka berikan.

"Aa, tuh punya banyak mainan." Candra memamerkan mainan ke kakaknya.

"Wih bagus pisan, Aa 1 nya?"

"Jangan. Ini punya Candra."

"Ya udah atuh mangga."

         Candra bermain dengan gembira tertawa lepas dengan teman-temannya. Seminggu kemudian, ia harus ke Bandung lagi untuk mendapatkan kemo terapi. Kata Dokter, kemo kali ini efeknya luar biasa dari yang sebelumnya karena obat kali ini sangat keras hingga membuat tubuh menjadi lemas, kurus, rambut mudah rontok, mual dari biasanya dan lain-lain. Tapi walaupun dia masih kecil, Candra tetap semangat karna dia mau sembuh dan bermain kembali bersama teman-temannya. Setibanya di Bandung, datang terlebih dahulu ke Yayasan Rumah Cinta Abah Lutung. Disana disambut kembali dengan ramah. Setelah beberapa hari di yayasan untuk beristirahat, mereka bergegas ke rumah sakit untuk melakukan kemo terapi.

"Dok, ini anak saya ada jadwal kemo."

"Ouh iya mari bu saya cek dulu kondisi anaknya."

         Setelah melakukan pengecekan dan kondisi badan sehat untuk melakukan kemo terapi, kemudian dokter mengantarkan ke ruangan yang telah ditentukan untuk melakukan kemo. Kurang lebih 1 jam setengan ia tak sadarkan diri karena untuk memasukan obat kemo ke tubuh, ia harus di bius terlebih dahulu. Ia siuman kembali dari pingsannya, merasa pusing dan emas. Tapi, efek lainnya masih belum muncul. Mungkin esok atau esok lusa. Kita tunggu saja kemunculan efek yang digadang-gadang sangat luar biasa dari obat kemo yang lainnya.

***

         Menunggu, menunggu dan menunggu akhirnya efek itu mulai bermunculan. Mamah pun kewalahan karna seorang diri menjaga anaknya di sana. Sedangkan saya sekolah di daerah Kabupaten Cirebon kelas 7 SMP & suaminya bekerja mencari uang. Jadi mau tidak mau mamah yang harus berjuang di kota kembang untuk kesembuhan anaknya.

"Makan ya nak, biar cepet sembuh."

"Ngga akh mah, kalo makan nanti mual trus muntah."

"Nah loh, di paksa ya kan mau minum obat."

"Candra sih mau makan, mau sembuh tapi gimana lagi? Tubuhnya ngga mau nerima makanan."

"Ya udah makan cemilan ajah ya. Yang penting ada makanan yang masuk ke perut kamu ya nak."

"Iya deh mah."

         Ya begitulah efek dari kemo. Beberapa minggu kemudian, ia sudah mulai mau makan dan membuat badannya kembali sehat bahkan berat badannya melejit melebihi dari biasanya sebelum terkena kanker. Tapi itu hanya sesaat saja karna efek dari kemo semata bukan karna sudah sehat.

         Seiring berjalannya waktu, jam berganti hari, hari berganti minggu, minggu berganti bulan dan bulan berganti tahun. Setahun kemudian Candra berhasil melakukan setengah dari terapi kemo yang katanya sih 100 lebih kemo yang harus di jalani. Tapi entah kenapa ia badannya lemas, membuat turun obat kemonya hingga harus di ulang lagi dari awal. "Sudah tak terbayang lagi gimana rasanya dari awal dengan memasukan obat kemo yang dilakukan 2 minggu sekali rutin." Pikir mamah dalam hati. Tapi lagi-lagi demi kesembuhan anaknya, rela melakukan apa saja. Akhirnya kemo pertama kembali di lakukan.

         Berbulan-bulan kemudian, mereka pulang ke yayasan dan kebetulan ada tamu yang tak di sangka yaitu artis mba Wulan Guritno. Beliau kesana memberikan sebuah bingkisan berupa baju, novel, gelang, tempat pensil dan lainnya yang semuanya bernama "I Am Hope".

         Ada yang beda dari gelang ini. "Ini adalah gelang solidaritas 'Gelang Harapan' yang di buat dengan penuh cinta dan harapan, hasil kerja sama antara Dunia Kasih Harapan dengan desainer Indonesia, Ghea Panggabean. Kain yang di gunakan adalah kain jumputan, yang identik dengan warna pelangi sebagai simbol harapan. Gelang ini merupakan gelang awal dari gerakan untuk meningkatkan kesadaran terhadap penyakit kanker, dengan misi untuk menyebarkan kesadaran mengenai penyakit kanker, menyentuh sebanyak-banyaknya hati masyarakat." Begitulah isi kutipan mengenai Gelang Harapan yang ada di buku novel I Am Hope. Isi dari buku novel I Am Hope sendiri menceritakan seorang gadis cantik yang merupakan keluarga dari musisi Abdinegara. Gadis cantik tersebut mengidap penyakit kanker. Namun dengan tekad yang kuat dia percaya bahwa dia akan sembuh.

         Itu sekilas tentang isi dari 'I Am Hope'. Oke kita lanjut ke topik. Mereka sedang membicarakan jalan-jalan ke Ancol untuk minggu depan dengan mengajak seluruh anak-anak penderita kanker yang ada di yayasan.

"Gimana bah, apa boleh kami mengajak semua anak-anak penderita kanker disini jalan-jalan ke Ancol? Supaya mereka senang & tidak bosan berada di yayasan terus."

"Saya sih boleh-boleh saja. Tapi kembali lagi ke orang tuanya, apakah mau ikut atau tidak." Jawab Abah.

"Saya sih setuju Abah, karena lumayan bisa membuat anak saya senang jalan-jalan." Sahut dari salah satu orang tua dari anak penderita kanker.

"Ya udah kalo gitu minggu depan saya ke sini lagi bawa mobilnya ya bah. Hmmm mungkin segitu dulu nanti saya kabarin lagi hari dan jam nya ya bah."

"Iya pak saya tunggu. Makasih udah mau mengajak anak-anak jalan-jalan."

"Sama-sama bah. Ya udah saya pamit ya bah. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

         Seminggu kemudian mba Wulan Guritno datang kembali dengan membawa mobilnya untuk menepati janji mengajak mereka jalan-jalan ke Ancol. Raut muka senang dan gembira terpancarkan dari anak-anak kanker. "Sebegitu bahagiakah mereka?" Tanya Wulan Guritno pada dirinya sendiri. Melihat itu semua, beliau ikut merasakan senang walaupun yang ia berikan mungkin tak seberapa tapi bisa membuat mereka bahagia.

"Hayu atuh bah kita langsung saja pergi ke Ancol, mobil saya sudah siap."

"Ouh hayu atuh mangga."

         Mereka beramai-ramai masuk ke dalam mobil. Setibanya di Ancol, raut muka mereka tambah berseri-seri melihat wahana permainan & juga hewan yang ada disana terlebih dengan jutaan bahkan mungkin ribuan ikan yang ada di akuarium besar.

"Wah, bu itu ikannya gede pisan." Ucap salah satu anak penderita kanker mata.

"Iya besar. Takut ngga?"

"Nggalah. Berani."

"Bagus anak  ibu pemberani."

"Mah itu ikan hiu kan?" Tanya Candra ke mamah.

"Mana?? Ouh itu? Iya itu ikan hiu besar kan?."

"Iya mah besar. Ihh."

         Seusai melihat jenis ikan, mereka bergegas manuju bioskop untuk menonton film dengan kacamata 3 dimensi supaya efek yang di timbulkan nyata dan bisa buat anak-anak senang.

"Kita ke bioskop yuk, liat film yang bagus gimana?" Wulan Guritno mengajak mereka ke bioskop.

"Yaudah atuh hayu." Abah pun menjawabnya.

         Beberapa jam kemudian, mereka keluar dari Ancol setelah melihat ikan & menonton bioskop. Mereka bergegas untuk pulang kembali ke yayasan. Setibanya di yayasan, raut muka mereka keliatan cape setelah di perjalanan.

***          

         Beberapa bulan kemudian dan ternyata kurang lebih menginjak 2 tahun berobat kemo terapi, ia mempunyai banyak perubahan. Ternyata besok tanggal 12 April 2016 merupakan hari ulang tahunnya yang ke 5 tahun dan untung saja ada di rumah. Kemudian ia meminta untuk membuat kue ulang tahun pada mamahnya.

"Mah besok saya ulang tahun ya?" Candra bertanya pada mamahnya.

"Iya, kenapa?"

"Candra mau di buatkan kue ulang tahun, nanti bisa tiup lilin & nanti harus ada yang ngasih kado."

"Mau kue ulang tahun? Ya udah nanti sore di buatkan supaya besok langsung tiup lilinnya."

"Makasih mah."

"Sama-sama."

         12 April 2016 tepatnya di pagi hari menjelang siang, Candra mengadakan acara ulang tahun yang ke 5 tahun. Walaupun acaranya kecil-kecilan tapi tak apa yang penting membuat dia bahagia. Teman-temannya datang membawa bingkisan kado yang di inginkannya. Acara ini hanya di hadiri keluarga saja dan kerabat terdekat karena ketidak adaan biaya. Setelah dirasa sudah kumpul semua, barulah acara di mulai. Lagu Selamat Ulang Tahun pun dinyanikan bersama-sama sampai akhirnya Candra meniup lilin kemudian memotongkan kue pertama untuk mamahnya karena beliau yang sudah menjaga serta merawatnya 2 tahun untuk kesembuhan dia.

"Mah ini kue pertama untuk mamah."

"Makasih nak, semoga cepat sehat, sembuh, di angkat penyakitnya." Mamahnya menjawab sambil mendo'akan kesembuhannya.

"Aamiin.."

         Acara ulang tahun telah selesai. Seminggu kemudian ia harus berangkat kembali ke Bandung untuk mendapatkan kemo terapi untuk kesekian kalinya. Kata dokter cuman beberapa kali lagi sembuh karena sudah mulai membaik tinggal pola makan nya saja. Setelah seminggu di Bandung, kemudian pulang lagi ke Cirebon. Sekarang cuman sebentar karena bentar lagi sembuh.

         Mei. Pertengahan bulan Mei tiba-tiba Candra mendadak drop. Kedua orang tuanya membawa ia ke Puskesmas terdekat namun pihak Puskesmas tidak mau menanganinya dengan alasan bahwa anak ini terkena riwayat penyakit kanker. Kedua orang tuanya merasa kecewa dengan pelayanan yang di berikan pihak Puskesmas. Padahal cuman ingin memberikan cairan infus saja di tolak gara-gara riwayat kanker. Mau tidak mau ia di bawa pulang kembali dengan keadaan drop.

"Nak, yang kuat ya. Harus sembuh. Pasti sembuh."

"Iya mah bentar lagi sembuh kok."

"Semangat ya."

"Iya mah."

         Sempat orang tuanya mengajak Candra untuk membawa ke Rumah Sakit Gunung Jati. Tapi Candra menolaknya karena jarak dari desa ke Kota lumayan jauh. Sebulan berlalu dengan kondisi yang semakin memburuk karna ia sudah tak ingin berobat lagi. Ya, mungkin dia sudah cape dan menyerah dengan penyakit yang terbilang ganas. Atau mungkin sudah cape dengan sering masuknya obat kemo yang efeknya luar biasa itu?

         Juni. Sekarang bulan juni. Bulan dimana ulang tahun mamahnya. Kado yang seharusnya dengan kejutan hadiah yang indah malah berakhir duka. Ya, sekarang 05 Juni 2016. Candra meninggalkan kita semua. Ia pergi mungkin sudah tak kuasa menanggung penyakit yang dideritanya. Tak terbayang betapa sakitnya efek dari kemo terapi, ditambah lagi penyakit yang kian lama terus menggerogoti tubuh mungilnya.

***

         Beberapa bulan yang lalu sebelum ia meninggal. Ketika ia masih dalam penyembuhan, ia sempat berpesan kepada mamahnya di dalam bus menuju Cirebon kalau dia pasti sembuh dan ia menginginkan adik perempuan. Jika benar mempunyai adik perempuan, ia ingin memberi nama dengan nama Syifa. Syifa dalam Bahasa Arab artinya 'Penyembuh'. Ya mungkin setelah adanya Syifa, menjadi penyembuh untuk tidak mengingatnya lagi karena ia sudah tenang di alam sana dan sudah sembuh tidak dibebani lagi dengan kanker yang menghantuinya.

         Setahun kemudian, mamahnya dikaruniai seorang bayi perempuan yang cantik dan lucu. Kemudian teringat sebuah pesan dari almarhum kakaknya bahwa jika mempunyai adik perempuan ingin diberi nama Syifa. Dan sekarang nama itu melekat menjadi "Syifa Nur Az'zahra".

Selesai..

@goday311002

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun