Mohon tunggu...
Kit Rose
Kit Rose Mohon Tunggu... -

Mawar Hitam. Arema 60th.\r\nDid you know about this and that? Well I want to know.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Melukis Langit

10 Januari 2010   05:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:32 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Puniawati melipat sajadahnya dan berlari keluar kamar lalu mengangkat gagang telepon. Suara nyaringnya tak dipedulikan Hendra yang duduk di sampingnya. Didengarnya suara kakak iparnya di seberang, berbicara sebentar lalu ditutupnya perlahan gagang telepon itu dengan tangan gemetar. Matanya tertancap pada telepon genggam suaminya yang masih terbuka bekas dibaca tergeletak di meja. Tertulis pesan, Apa kabar sayang, besok aku tunggu di tempat biasa. Peluk cium. Yohana.

Puniawati mendekap debur kencang di dadanya dengan sekuat tenaga. Satu lukisan lagi terbuka lebar hingga bingkainya tersebar mengoyak seluruh nadinya. Tak ingin didengarnya alunan indah yang menenangkan di hatinya, agar dia dapat menanyakan pada suaminya apakah belum cukup kelana dan pengembaraannya. Agar dia dapat menuntut keadilan yang seharusnya adalah miliknya.

Tapi hatinya bertanya kembali dengan garang, benarnah ini milikmu? Bukankah sudah diberitahukan padamu bahwa langit sudah dilukis dengan indah olehNya? Mengapa kamu ingin melukisnya kembali?

"Siapa?" Tanya Hendra meletakkan bacaannya. Dengan gugup diambilnya telepon genggamnya lalu dimasukkannya ke dalam kantong. Puniawati menatap suaminya tak percaya. Benarkah? Ya allah, benarkah ini suamiku? Apakah aku harus marah, sedih atau menikmati saja lukisanMu apa adanya? Dan mencoba memahami maknanya seperti yang selalu Engkau bisikkan? Aku menginginkan kebahagiaan untuknya ya Allah, tapi apakah harus melalui kesakitanku?

"Hei. Siapa yang telepon?" Ulang Hendra mengejutkan.

"Ah, Mbak Retno, kita disuruh pulang. Ibu kangen katanya."

"Kamu menyanggupi?"

"Belum. Dan dia menunggu jawaban Mas."

"Nanti kamu telepon balik aja, bilang kita nggak bisa pulang karena aku besok keluar kota."

"Rapat?"

"Nggak, ketemu relasi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun