Mohon tunggu...
Kit Rose
Kit Rose Mohon Tunggu... -

Mawar Hitam. Arema 60th.\r\nDid you know about this and that? Well I want to know.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Melukis Langit

10 Januari 2010   05:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:32 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ibu mertuanya menasehati dengan lembut, namun menusuk jauh ke kedalaman. Kembali Puniawati memandang suaminya ingin pembelaan, tapi berbalas kelu. Hendra memalingkan muka tak ingin berbagi kata.

"Nini nggak kasihan sama mas Hendra? Kerja mati-matian, merintis dari bawah, tapi hasilnya seperti ini." Balas ipar yang lain.

"Udah, sita aja rumahnya, paling tidak bisa untuk menutup modal yang pinjam bank." kakak ipar tertua memberikan solusi.

"Tidak bisa begitu Mas. Bima kan hanya menjalankan perusahaan, bukan pada tempatnya kalau dia yang harus menanggung semuanya. Mau tinggal dimana anak istrinya kalau rumahnya disita? Lagipula, dia kan sudah menyanggupi akan mengganti kerugian dengan mengangsurnya." Puniawati tak dapat menahan diri.

"Kalau nunggu diangsur, lalu darimana kalian dapatkan uang untuk membayar bank? Cafe dan toko kalian sudah ludes semua. Mau berharap darimana lagi?"

"Saya yakin Tuhan pasti akan memberikan jalan, seiring dengan cobaan yang diberikan."

"Nini bisa bilang begitu karena yang dihadapi saudara, tapi walaupun Bima itu saudara, seharusnyalah dia mengembalikan yang bukan haknya."

"Mohon maaf kalau yang saya katakan salah Mbak, sungguh saya tidak berniat untuk kurang ajar, tapi ada mas Hendra sebagai saksi hidup saya. Saya juga melarangnya memperkarakan uang yang dilarikan oleh temannya mbak Rina. Karena saya takut, jangan-jangan semua memang bukan hak kami."

Puniawati menatap sekali lagi suaminya yang masih membisu lalu menyembunyikan airmatanya dengan berlalu dari sana. Sekujur tubuhnya terasa perih. Dipanggilnya hatinya agar dirinya dapat memahami apa yang sedang dinikmatinya.

***

"Kamu yakin dengan keputusanmu ini?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun