“Emmmm.. Dia siapa?” ucapku ragu sembari bangkit tapi, Bima mendorongku dan membuatku kembali tersungkur ke tanah berpasir ini.
“Jangan bergerak!!” ucapnya memperingatkanku.
“Oh, kalian manis sekali!!” olok iblis itu makin mendekat.
“Kau tidak memberi tahu apa-apa Bima?” iblis itu mengitari kepala kami.
Bima menghempaskan tubuhnya ke udara dan sayapnya mengembang dengan sempurna. Aku hanya diam melihat pertarungan dua makhluk bersayap dengan warna yang berbeda. Lagi-lagi Bima melontarkan api dari tangannya ke arah iblis itu namun, berkali kali juga iblis itu bisa menghindarinya. Api bertemu dengan api membuat mereka seolah saling melawan diri sendiri. Api itu menggeliat di sayap putih Bima, ia terjatuh di hadapanku.
“Bima!!” aku bangkit mendekat.
“Jangan mendekat!” ucapnya kembali mendorongku.
“Aku tidak mau! Mana bisa aku membiarkanmu luka, aku juga punya sayap. Aku akan menolongmu,” ucapku dengan yakin mendorong tubuh ini ke udara.
“Jangan bodoh!! Kau belum bisa mengendalikannya,” ia berteriak dengan wajah sakit.
“Terlambat. Lihat, aku bisa mengambang,” ucapku dengan gugup menggerakkan sayap baruku.
“Awas!!!” teriaknya. Aku menyadari sebuah bola api mengarah kepadaku, aku menghindar tetapi, itu ternyata merusak keseimbanganku. Aku terbentur tanah berpasir ini dengan keras.