Pada waktu itu, mBah Nyai Tiguna  berkenan menyegat ditepian jalan (sekarang, tempat Punden Kuryo berada). Tapi apa dikata. Melihat kondisi parahnya luka kadang sentananya itu, mBah Nyai Tiguna tidak kuat. Sehingga sangat berempatinya, napasnya menjadi sesak hingga ruhnya sirna (hilang) alias wafat.
Melihat mBah Nyai Tiguna tewas, mBah Tiguna yang mungkin karena teguhnya beliau memegang komitmen sumpah setia sehidup sematinya pada istrinya itu, ajalpun menjeputnya pada waktu itu pula. Sirna pula ruh mBah Tiguna alias wafat.
Maka mungkin untuk mengenang peristiwa spektakuler tersebut, beliau dikenang dengan julukan mBah Sirna dan dikebumikan ditempat itu pula, yang selanjutnya hingga sekarang dikenal dengan Punden mBah Sirna.
Kesimpulannya. MBah Sirna adalah mBah Tiguna, kadang sentana Kerajaan Pati yang meninggal bersaman dengan peristiwa perang Pati vs Mataram .
MBah Tiguna
Dalam bausastra (kamus) Jawa, kata tiguna memang tidak diketemukan.
Namun demikian selain sebagai  nama tokoh punden Desa Kuryo, kata tiguna, juga digunakan sebagai nama desa di wilayah Kecamatan Pucakwangi Kabupaten Pati Jawa Tengah.
(Penulis, belum sempat mengkonfirmasi, bagaimana legenda Desa Tiguna? Dan, apakah ada kaitannya dengan mBah Tiguna Kuryo? Dan seterusnya).
Selanjutnya, bahwa kata Triguna (dengan R ---agak bergeser sedikit), ternyata merupakan salah satu ajaran di dalam agama Hindu.
Kemudian, dalam sejarah sastra juga disebut ada seorang mpu atau empu yang bernama Triguna, si pencipta Kakawin Kresnayana.
Sebelum menjelaskan apa ajaran Triguna dan siapa Empu Triguna serta apa ada kemungkinan hubungannya dengan mBah Tiguna Kuryo lebih lanjut, ada baiknya dijelaskan kenapa kata TIGUNA (tanpa R) dicoba disandingkan dengan kata TRIGUNA (dengan R)?