Religious dalam parameter yang bagaimana (?) tentu masih perlu dijabarkan lebih lanjut.
Kemudian kaitannya dengan nama Kuryo, ada yang mengakronimkan (gothak gathuk mathuk) kata Kuryo versi Jawa, sebagai mungkur mulya, yang terjemah bebasnya ialah hijrahlah maka akan mulia (thoyyibah).
Konsep Kuryo sebagai hijrah ini sebenarnya diiyakan pula oleh legenda Desa Kuryo, dengan symbol menyeberangnya mBah Tiguna dari lor kali ke kidul kali untuk kebesaran raja, kebesaran Kerajaan Pati, demi kebaikan, kemuliaan (thoyyibah).
Sehingga menurut penulis, akronim Kuryo versi Jawa dan paradigm qoryah thoyyibah dalam koridor legenda Desa Kuryo tersebut, merupakan dua konsep yang saling memiliki relevansi dan berpotensi berposisi sangat strategis sebagai modal spiritual pembangunan di masyarakat Kuryo pada khususnya dan di Desa Kuryokalangan pada umumnya.
Ada fakta menarik berkaitan dengan hal ini. Yakni, entah kebetulan yang dimitoskan atau merupakan suatu barokah dari penamaan Desa Kuryo tersebut, bahwa kini orang Kuryo yang sukses (ukurannya bisa subyektif, tentunya) rata-rata adalah buah dari mungkur (hijrah), misalnya merantau, pindah tempat dulu kemudian baru pulang, dan seterusnya.
Dalam konteks yang lebih luas tentu saja makna hijrah tidak harus dalam arti fisik, pindah tempat. Berubah fikiran menjadi lebih baik, menjadi lebih maju dan seterusnya juga merupakan makna hijrah.
Selanjutnya, perlu disampaikan, bahwa menurut cerita tutur pula di Kuryo dikenal ada tempat-tempat yang memiliki nama-nama unik tersendiri dan konon, juga berpenghuni tersendiri.
Dikatakan, bahwa di bantaran kali etan desa, sungai alur jembatan Guder ada tempat yang disebut Bokong Semar. Kata sebagian orang, ia merupakan tempat tinggal makhluk ghaib yang disebut Kyaine berupa sesosok macan.
Kemudian di bantaran kali kulon desa, sungai alur jembatan Jethis, katanya merupakan tempat tinggalnya makhluk ghaib yang diidentifikasi sebagai thengel dan ubel. Thengel dibayangkan mirip bocah berambut merah dan ubel mirip-mirip bengkung, kain panjang yang dipakai sabuk para wanita Jawa.
Di sawah bengkok Bayanan, kata sebagian orang juga merupakan tempat tinggal makhluk ghaib yang dikenal dengan nama Soireng yang dibayangkan seperti gorilla tinggi besar.
Kemudian di sawah tepi permukiman desa bagian tengah barat juga dikatakan ada tempat makhluk ghaib yang disebut dengan istilah ngLebur.