Suatu putusan arbitrase dapat dikatakan putusan arbitrase nasional apabila memenuhi kedua factor factor tersebut, dimana putusan arbitrase diputuskan di wilayah Indonesia dengan menggunakan aturan yang berlaku di Indonesia, tanpa mempermasalahkan pihak yang berselisih.
Dasar hukum yang dapat dijadikan acuan dalam eksekusi Putusan Arbitrase Nasional adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 pada pasal 59 dan seterusnya, sedangkan dalam eksekusi Putusan Arbitrase Internasional  dapat dilihat dalam konvensi New York 1958 dimana konvensi New York tersebut telah diratifikasi oleh Negara Republik Indonesia dengan keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981 dan Konvensi ICSID 1968. Konvensi New York tahun 1998 pada pasal 1 ayat 1 dijelaskan pengertian dari Putusan Arbitrse Internasional, yaitu putusan yang dibuat di suatu Negara yang pengakuan dan pelaksanaannya di luar Negeri. Pelaksanaan arbitrse asing juga diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1990, yang kemudian telah  diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999.
1. Pelaksanaan Putusan Arbitrase Nasional
Kewajiban mendaftarkan harus dilakukan paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan. Yang berkewajiban untuk mendaftarkan putusan tersebut adalah salah seorang arbiter, atau seorang kuasa untuk dan atas nama para anggota arbiter. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 pada pasal 59 [1]yaitu : Â
- Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan, lembar asli atau salinan otentik putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan Negeri.
- Penyerahan dan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan dengan pencatatan dan penandatanganan pada bagian akhir atau di pinggir putusan oleh Panitera Pengadilan Negeri dan arbiter atau kuasanya yang menyerahkan, dan catatan tersebut merupakan akta pendaftaran.
- Arbiter atau kuasanya wajib menyerahkan putusan dan lembar asli pengangkatan sebagai arbiter atau salinan otentiknya kepada Panitera Pengadilan Negeri.
- Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berakibat putusan arbitrase tidak dapat dilaksanakan.
- Semua biaya yang berhubungan dengan pembuatan akta pendaftaran dibebankan kepada para pihak.[2]
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 pada pasal 59 diatas pada ayat 5, menjelaskan bahwa semua yang bersangkutan dengan pendaftaran akan ditanggung oleh para pihak yang bersengketa bukan arbiternya.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tidak menjabarkan dan menentukan ketentuan mengenai permohonan pendaftaran harus diajukan secara tertulis ataupun secara lisan, sehingga masyarakat beranggapan bahwa permohonan pendaftaran dapat diajukan secara tertulis maupun lisan. Permohonan pendaftaran  diajukan kepada oanitera pengadilan negeri dan panitera akan membuat akta pendaftaran bersama sama dengan arbiter atau kuasanya, akta pendaftaran tidak berbentuk akta pada umumnya, hanya berupa pencatatan dan penandatanganan pada bagian akhir atau pinggir putusan. Putusan Arbitrase yang telah didaftarkan dapat dinyatakan autentik dan putusannya dapat dijalankan sebagaimana putusan perdata Pengadilan Negeri yang memiliki kekuatan hukum tetap.
Instansi atau pejabat yang berwenang untuk melaksanakan atau mengeksekusi putusan arbitrase adalah Pengadilan Negeri, sedangkan majelis arbitrase yang mengeluarkan atau menjatuhkan putusan tidak memiliki kewenangan untuk memerintahkan dan menjalankan eksekusi (pelaksanaan putusan).
2. Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional
Proses pelaksanaan putusan arbitrase internasional memiliki tahap yang sama dengan pelaksanaan putusan arbitrase nasional yaitu tahap pendaftaran dan kemudian eksekusi. Namun putusan arbitrase asing telah dikemukakan dalam peraturan Mahkamah Agung (perma) Nomor 1 Tahun 1990 juncto Konvensi New York Tahun 1958.
Menurut Pasal 2 PERMA Nomor 1 Tahun 1990, putusan arbitrase asing adalah putusan arbitrase yang dijatuhkan atau diambil di luar wilayah hukum Indonesia.[1] Jika dilihat dalam segi hukum internasional yang disebut sebagai luar wilayah hukum Indonesia adalah territorial atau wilayah Negaranya ditambah dengan letak kawasan diplomat yang ada dalam suatu Negara. Apabila putusan arbitrase diputuskan dalam kawasan diplomatik Indonesia maka putusan arbitrase tersebut tergolong dalam putusan arbitrase nasional bukan putusan arbitrase asing. Putusan arbitrase asing atau putusan arbitrase nasional, tidak dilihat dari kewarganegaraan dari para pihak yang bersangkutan, namun territorial dan tempat putusan dilakukan menjadi factor penentu dalam penetapan putusan arbitrer asing atau putusan arbiter nasional.
Keputusan Presiden (KEPRES) Nomor 34 Tahun 1981 tentang pengesahan Konvensi New York 1958, menjadi pembuktian bahwa keberadaan putusan arbitrase asing diakui di Indonesia dan secara otomatis pelaksanaan putusan arbitrase asing atau internasional dapat dilakukan di Indonesia. Namun dalam KEPRES Nomor 34 tahun 1981 tidak diakui oleh peraturan pelaksanaan sehingga menimbulkan suatu kekosongan hukum sehingga adanya ketidakjelasan dalam pengajuan permohonan, sehingga permohonan eksekusi putusan arbitrase asing dapat langsung diajukan ke Pengadilan Negeri atauka ke Mahkamah Agung. Oleh karena hak tersebut, pemerintah mengeluarkan dikeluarkan peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1990 pada tanggal 1 Maret 1990, sehingga peraturan pelasanaan eksekusi putusan arbitrase asing dapat menjadi jelas.