“Hemm… Ayo pulang!!” Ungkap Perlita,
Devin sangat mengerti kebiasaan Perlita, setiap kali melihat sang sepupu sedih, hanya ada satu cara untuk merubah ekspresinya, membahas cerita yang akan Perlita buat. Dalam sekejap Perlita segera kembali bersemangat gadis cina tersebut segera berlari tak sabar menuju rumah dan membuka akun Blognya untuk segera menulis gambaran perasaan yang ia buat. Devin hanya menatap Perlit dari kejuhan, sembari menghisap rokok perlahan, ia menikmati semua keceriaan Perlita, bila selama ini ia hanya hidup sendiri, dan berteman dengan orang-orang yang hanya memanfaatkannya, keberadaan Perlita telah banyak mengembalikan keceriaannya yang telah hilang. Mendengar kisah-kisah yang dibuat Perlita selalu membuatnya takjub, semua cerita-cerita yang dibacakan Perlita terhadap Devin bagaikan dongeng tidur seorang ibu kepada anaknya.
Devin sangat menyukai semua hal tentang dongeng, semua cerita-cerita klasik bisa membawanya ke masa-masa Devin masih kecil, terduduk bersama ayah dan ibunya, mendengarkan dongeng-dongeng klasik tentang kerajaan, putri, dan impian. Tapi semua itu hanyalah kenangan, sebelum kedatangan Perlita, Devin lebih senang membaca semua cerita-cerita melalui Blog, karenanya ia mengerti banyak tentang blog. Hingga Perlita datang sebagai kado terindah, pendongeng yang hebat. Perlita dan Devin tak jarang mereka bertemu, ayah Perlita adalah kakak dari Ibu Devin. Mereka berdua juga sangat akrab, mereka sering mengunjungi satu sama lain. Karenanyalah Perlita dan Devin bisa langsung akrab meski hanya baru sesaat mereka bertemu.
***
“Tangan ke tangan, memang hanya tindakan yang biasa, tapi kehangatannya mengalir hingga telapak tanganku menembus bagian hatiku yang terdalam. Musim dingin di kota Paris, membawaku untuk bertemu dengan sosok yang begitu kunanti dalam hidupku, namun aku masih tak mengerti, inikah cinta? Apakah dia juga mencintaiku? Bila hanya waktu yang akan menjawab semua, aku akan menanti, untuk bersamanya meski harus kumenanti dalam penantian tanpa waktu, asal bisa bersamanya kini aku merasa bahagia.”
“Bagaimana menurutmu?” Perlitaa menatap Devin yang sudah tergeletak di ranjang Perlita.
“Areegh!! Kenapa anak ini malah tidur disini? Dasar!!” Ungkap perlita dengan sedikit jengkel, tak mungkin ia tidur bersampingan dengan Devin meskipun mereka adalah saudara, tapi Devin adalah cowok, dan itu mutlak! Sungguh ironis bila Perlita harus tidur bersama Devin. Tapi ini memang sudah menjadi kosekuensi bagi Perlita, ia yang menyuruh Devin untuk menemaninya dirumah. Namun biar bagaimanapun Perlita merasa senang karyanya berhasil ia selesaikan dengan baik, tinggal menunggu besok, maka semua akan menjadi jelas, Perlita tak sabar menerima tanggapan dari para pembaca tentang tulisannya tersebut.
Perlita terdiam di depan meja laptopnya, memandangi setiap sudut ruang kamar, sebuah ruang berbentuk kubus, dengan cahaya lampu berwarna putih bersinar sangat terang, tembok-tembok putih menyuguhkan kehangatan dalam malam yang dingin, lalu ia terhenti saat menatap ranjang yang di tiduri oleh Devin, sebuah spray berwarna merah muda warna kesayangannya, bergambar babi, lalu almari pakaian yang ia kunci rapat, biar bagaimanapun itu tetap privasi yang tak boleh diketahui siapapum. Sekumpulan naskah, yang terjajar rapi di samping meja laptopnya. Perlita memandang sebuah foto yang sudah lama ia rindukan mendiang sang ibu, foto kecil berukuran 4R terpajang rapi disamping laptopnya. Sosok wanita yang masih muda, berambut hitam, sedang mengenakan gaun berwarna putih, seorang wanita keturunan cina, sama cantik dengan Perlita.
Setelah cukup lama Perlita memandangi foto ibunya, ia lantas mematikan laptopnya dan bergegas keluar dari kamarnya. Meanatap ruangan besar dengan degsain minimalis, setiap dinding memiliki ukiran-ukiran klasik, sebuah ruangan yang terlalu besar untuk ditempati dua orang penghuni sisi tengah untuk ruang tv, terdapat kamar Perlita di sisi kiri kamar Perlita terdapat kamar sang Ayah yang hanya tersekat oleh meja yang diatasnya terdapat beberapa vas bunga antik kebanggaan sang Ayah ditembok-temboknya terdapat sebuah foto-foto kumpulan keluarga berjajar dengan rapi. Sisi timur untuk meja makan dan samping sisi-sisinya terdapat kamar kosong, sebuah sofa yang empuk, dan tv LCD screen berukuran besar terpajang dalam keadaan mati, hanya ada satu kamar mandi diluar. Letaknya di samping kiri ruang tv, sebuah kamar mandi yang cukup besar. Perlita melangkah menuju kamar kosong yang memang disediakan untuk tamu. Sebenarnya kamar ini diperuntukan kepada Devin karena ia memang sering menginap ditempat ini untuk menemani, dan menjaganya Perlita. Arsitektur rumah berbentuk jepang sangat sesuai dengan Perlita, ia begitu suka dengan nuansa-nuansa Asia, mulai dari Korea, Jepang, Taiwan, dan tentu saja Indonesia.
Perlita membuka kamar kosong dengan kunci yang ia simpan sendiri, semua kunci setiap ruangan ini ia pegang, terkecuali kunci kamar sang Ayah, Perlita menatap ruangan gelap, ia segera menyalakan lampu dan menatap sebuah ruangan yang sama besarnya dengan kamar Perlita, namun tak ada meja, hanya almari pakaian kosong, dan sebuah tv slim yang terpajang di tembok. Perlita menutup kembali kamar tersebut dan menguncinya, sudah menjadi kebiasaan Perlita untuk terus mengunci kamarnya semenjak kecil, kebiasaan yang diterapkan oleh sang ibu. Untuk menjaga semua privasi agar tidak boleh diketahui siapapun. Langkah kecil Perlita terhenti saat ia menghempaskan tubuhnya di atas kasur ia membua copyan buku catatan Aubrey dan membacanya sekilas, satu persatu hingga mulai terlelap.
***
Sekolah Perlita kembali ramai oleh sebuah gossip terbaru, yakni tentang cerita cinta di dalam blog Natame, ini merupakan perkembangan yang sangat luar biasa, harapan semua pembaca Blog Natame selama ini. Pagi ini Perlita masih berada di pintu gerbang berjalan bersama Devin melangkah mendengar setiap sudut siswa-siswi membahas tentang cerita baru yang disajikan oleh akun Natame.