"Daftar Cowok Terfavorit!" Jaja menatap salah seorang murid yang berdiri tak jauh dari mading, "Eh lo! Ini daftar yang terbaru bukan?!" tanyanya galak.
Murid pria yang ditanyanya mengangguk lesu,
"Iya, Senior. Baru saja diganti"
Jaja terlihat mangut-mangut. Lalu dengan angkuh dia mulai memeriksa daftar itu.
"Kire-kire aye naik ke peringkat berape yee?"
Perlahan Jaja menyusuri daftar itu dengan jarinya dari urutan pertama hingga terus turun ke bawah. Wajah Jaja terlihat semakin pucat dengan semakin mendekatnya jarinya ke urutan paling bawah. Dan akhirnya, di nomor paling terakhir, ia baru berhasil menemukan namanya tertera dengan manis di sana. Jaja menunjuk namanya dengan tangan gemetar dan wajah terlihat shock.
"149..149...149" gumamnya pucat.
Jaja jatuh berlutut di depan mading, sementara kedua tangannya memegang pinggiran mading sambil terus bergumam gemetar tak percaya,
"149..149...149...149"
Teman-teman Jaja menatap Jaja dengan pandangan iba. Karena nomor 149 merupakan juru kunci di daftar itu. Dengan kata lain, Jaja dianggap sebagai cowok paling tidak popular, paling tidak pinter dan tidak ada seorang murid wanitapun yang menyukainya di sekolah ini.
Supardi berjongkok, mencoba untuk menenangkan Jaja sambil menepuk-nepuk pundaknya hendak memberi kekuatan,