“O, ya? Tapi kenapa sepertinya kalian masih bisa bersabar?”
Si lelaki telanjang tertawa dan langsung mendorong si perempuan ke atas ranjang.
“Justru aku sudah sangat tidak sabar.”
Dengan liar lelaki telanjang itu merenggut baju tidur yang tipis itu dari tubuh si perempuan dan langsung menerkamnya dengan bernafsu.
Aku sudah mampu menebak apa yang terjadi seterusnya. Kedua mahluk yang telah sama-sama telanjang itu bergulat seperti sepasang bayi yang bermain-main, tetapi insting binatang dalam diri dan kelamin mereka turut bermain. Kemudian desahan-desahan bernafsu dan menjijikan, gerakan-gerakan erotis yang memanaskan suhu badan….semuanya terekam dalam kamera saku itu!
Aku memalingkan wajah dengan mata terpejam dan tidak sudi melihat mereka lagi justru setelah lelaki yang mengabadikan kemesraan mereka kemudian meletakkan kameranya sedemikian rupa dan tetap merekam lalu mulai melepas pakaiannya pula satu per satu….
Gila!
“Cukup!” teriakku pada cermin di hadapanku, “Apa maksudmu mempertontonkan ini? Apakah dengan ini kau memberi pelajaran moral untukku? Kemana gambaran-gambaran mengenai rahasia semesta dan kehidupan yang biasa kau tunjukkan?”
Cermin itu kemudian bergetar saat aku mulai memukul-mukul permukaannya. Aku benar-benar tidak suka gambaran itu. Terlihat sekali moral manusia yang jatuh bebas ke tingkatan yang paling rendah hingga menyerupai binatang yang paling hina
“Tolonglah..”
Lalu seperti sebuah tebing yang luruh, gambaran tadi kemudian berganti dengan sebuah gambaran yang lain. Aku memicingkan mata karena belumlah terlalu jelas bagiku.