Mohon tunggu...
Tiara Karina Pandiangan
Tiara Karina Pandiangan Mohon Tunggu... Lainnya - Murid SMAN 28 Jakarta

in Saus und Braus leben

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Cerpen: Jurnal, Waltz, dan Perbukitan Manchuria

26 November 2020   11:24 Diperbarui: 26 November 2020   12:13 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ada baiknya kau diam saja." Katanya pelan, menutup jurnalnya. Ia memandang lama gelang tali di pergelangan tangan kanannya, gelang pemberian Akari sebelum ia kembali ke Jepang. Viktor bersumpah untuk tidak pernah melepasnya.

Percakapan mereka tentang masa lalu yang indah sebelum perang besar ini berlanjut, lalu datanglah dua kawan lainnya, Alexei sang peniup selompret dan Mikhail sang pemain terompet. Keduanya duduk dekat Igor, menghadapi tempat tidur Viktor. 

Alexei menaruh empat gelas air panas untuk menghangatkan diri, karena dinginnya musim itu pun menembus masuk ke dalam ruangan. 

Siapa yang tahu betapa buruknya musim dingin di Manchuria? Mereka semua menghabiskan waktu santai yang sangat sedikit- hampir tidak ada malah, sekeras mungkin mencoba mengabaikan ketegangan di udara dan fakta kalau mereka bisa saja diharuskan keluar dan bertempur tiba-tiba.

+++

Kembali ke masa kini, kedua gadis itu tidak bisa berkata-kata setelah membaca bagian pertama dari jurnal tersebut. Mereka tidak menyangka akan menemukan sebuah barang berharga dari masa pertempuran terbesar sebelum Perang Dunia I, langsung dari salah satu prajuritnya, pula. 

"Perang Rusia-Jepang, ya... Ah, aku pernah baca-baca tentang itu," ucap Ichika sambil berpikir, "dilihat dari tahunnya dan tempatnya, kayaknya ini pas pertempuran Mukden, deh."

"Oh, iya, yang memakan korban sangat banyak. Tapi, menurutmu, si Viktor ini siapa?"

"Lah, kok nanya aku."

"Hmm, lanjut baca aja. Aku mau setel lagu." Kata Ekaterina sambil berdiri, mengambil vinyl waltz tadi dan dengan pelan menaruhnya di fonograf tuanya yang berdebu.

Ichika pun berniat melanjutkan membaca jurnal tersebut, namun ia baru ingat bahwa ia tidak bisa berbahasa Rusia. Jadinya Ichika duduk diam saja menunggu Ekaterina kembali dan menerjemahkan seluruh isi jurnal tersebut, karena alat penerjemah di internet tidak bisa mendeteksi tulisan tangan yang agak memudar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun