Mohon tunggu...
Raditya Riefananda
Raditya Riefananda Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penjual Buku Eceran | Founder Aksarapedia.id "Hanya manusia biasa yang gemar menulis. Menulis yang saya bicarakan, berbicara apa yang saya tuliskan. Menulis apa yang saya lakukan, melakukan apa yang saya tuliskan."

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kronologi Pelarangan Cadar di UIN Sunan Kalijaga

10 Maret 2018   13:37 Diperbarui: 10 Maret 2018   13:51 1627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baca ini sampai tuntas, biar makin pinter!

Okey, ini tulisan iseng. Meski iseng, tapi penulis sajikan data pendukung dari berbagai media. Agar kita dapat mengetahui informasi secara menyeluruh tentang pelarangan cadar di UIN Sunan Kalijaga. Enggak separuh-separuh, seperti cintamu pada jomblo di rumah sebelah yang enggak pernah utuh. Bertepuk sebelah tangan. Kasihan.

Pertama, kita tanya "mengapa", "why", "kunaon". Mengapa UIN Sunan Kalijaga mengeluarkan kebijakan pelarangan penggunaan cadar di kampus itu?

Baca dan pahami dahulu alasan mereka ini dengan baik. Sebelum membaca bagian selanjutnya.

Alasan pertama dan paling mendasar adalah UIN Sunan Kalijaga ingin melindungi citra kampusnya dari kesan sebagai kampus Islam radikal seperti yang selama ini berkembang. Ini alasan awal dan pokok.

Kutip :

Kepada CNNIndonesia.com, rektor UIN Sunan Kalijaga Yudian Wahyudi mengatakan, larangan itu salah satunya untuk menghapus kesan radikal di kampusnya. "Lagi-lagi kami tercemar dan ada kesan UIN Kalijaga ini Islamnya radikal. Untuk itu kita ambil tindakan preventif agar di kampus tidak boleh bercadar," kata dia. (Sumber)

Menjaga citra kampusnya dari kesan Islam radikal, serta melakukan tindakan preventif untuk melindungi mahasiswinya dari paham radikal. Tentu seorang rektor memiliki hak untuk melakukan kedua hal itu dong. Menjaga citra kampusnya, serta melindungi mahasiswinya.

Terkait perlindungan pada mahasiswinya, ingat, ini preventif. Baca ulang : PREVENTIF. Jaga-jaga. Menurut penulis, agar jangan sampai ada mahasiswinya jadi tukang bom, baru kampus mengambil kebijakan. Telat. Udah makan korban. Jadi dalam hal ini, pihak kampus sedang menyayangi mahasiswinya.

Kutip :

"Kami melihat gejala itu, kami ingin menyelamatkan mereka, karena mereka ini, jangan sampai ya, tersesat administrasi pendidikan, jadi politik administrasi pendidikan. Mungkin soal aqidah nggak ada masalah. Tetapi kalau mereka melakukan ini, kan sudah banyak kasus di tempat-tempat lain, orang-orang yang didoktrin seperti itu akibatnya hanya akan menjadi korban dari gerakan-gerakan radikal itu," kata Rektor UIN, Yudian Wahyudi. (Sumber)

Kutip :

Kebijakan yang didahului pembinaan terhadap mahasiswi bercadar itu tujuannya sangat baik. Yudian beralasan ingin menyelamatkan mahasiswinya dari paham radikal.

"Kami ingin menyelamatkan anak kita, namun orang berpikiran lain. Tapi kami sangat terbuka dengan masukan-masukan," ucapnya. (Sumber)

Menurut penulis, bukan tanpa alasan Rektor UIN melihat gejala tersebut di atas. Coba baca alasannya seperti yang diberitakan oleh BBC berikut ini.

Dan harus penulis sampaikan, dari sekian banyak sumber berita yang penulis telusuri, fakta di bawah ini hanya dimuat oleh satu media saja. Sedangkan media lain tidak menuliskan dalam pembahasan berita tentang pelarangan cadar di Kampus UIN Sunan Kalijaga tersebut. Silakan baca kutipan berikut ini.

Kutip :

"Beberapa waktu lalu, sejumlah pihak sempat mengibarkan bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), kelompok terlarang yang menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia, di kampus UIN. Salah satu mantan dosen tidak tetap UIN diduga terlibat Muslim Cyber Army. Mantan dosen bahasa Inggris yang telah ditangkap ini menyebarkan berita bohong tentang mualif yang dibunuh orang."(Sumber)

See,..?

Sudah sangat jelas ya dengan kutipan di atas. Sekali lagi, bukan tanpa alasan jika pihak UIN Sunan Kalijaga ingin melindungi berbagai pihak termasuk mahasiswinya yang pada bercadar itu dari paham-paham yang diduga radikal.

Kutip :

"Kami berusaha untuk memberikan keamanan, bukan hanya bagi kampus serta umum, tetapi juga bagi para mahasiswi yang pada umumnya mereka itu bercadar karena mereka belum paham, karena mereka seringkali hanya dikampanye, didoktrin orang lain, sehingga nanti mereka ini terpisah dari masyarakat."

 

Sumber :

http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-43288075

Keterangan di sumber lainnya,

Kutip :

"Yudian mengatakan, pihaknya mengambil kebijakan mendata mahasiswi bercadar di kampus karena belakangan ini marak berkembang ideologi radikal yang tidak sesuai dengan esensi Islam dan budaya keislaman di Indonesia."

Sumber

Lalu apakah ada data dan fakta tentang keterkaitan antara cadar dengan radikalisme?

Sependek pengetahuan penulis, memang belum ada penelitian tentang hal tersebut. Banyak pemakai cadar yang baik. Membaur di masyarakat. Banyak sekali.

Namun tentu saja Kampus UIN tidak ingin lalai dan "kecolongan" dengan mengabaikan fakta di atas tentang pengibaran bendera kelompok terlarang di kampusnya di mana terdapat mahasiswi bercadar dalam aksinya, serta relitas bahwa kita semua tau, para tukang bom yang selama ini melakukan aksi di negeri ini bini-bininya pun bercadar. Ini fakta.

Tidak semua pemakai cadar, suaminya adalah bomber. Tapi dari semua bomber yang pernah melakukan aksi di negeri ini, sebagian besar istrinya adalah pemakai cadar. UIN Sunan Kalijaga berjaga-jaga dengan melihat korelasi ini.

Dasar kedua pelarangan cadar di Kampus UIN Sunan Kalijaga adalah alasan pendagogis. Seperti di sampaikan oleh Wakil Rektor UIN Sunan Kalijaga. Browsing aja sendiri ya, apa itu definisi "Pendagogis".  

Kutip :

"Wakil Rektor UIN Suka, Sahiron Syamsuddin, mengungkapkan, pelarangan cadar tersebut tak terlepas dari alasan pedagogis. Menurut dia, jika mahasiswinya tetap menggunakan cadar di dalam kelas, para dosen tentu tidak bisa membimbingnya dengan baik dan pendidiknya tidak dapat mengenali wajah mahasiswinya."

"Kalau di kelas mereka pakai cadar, kan dosen tidak bisa menilai apakah yang datang di kelas itu memang mahasiswa atau bukan," ujar Sahiron saat dikonfirmasi Republika.co.id, Selasa (6/3).

Sumber

Dilengkapi oleh penjelasan rektornya,

Kutip :

"Juga dalam kenyamanan administrasi. Kalau seseorang bercadar, kita kan tidak bisa memastikan apakah benar dia si A misalnya," Yudian Wahyudi menjelaskan.

Sumber

Keterangan di media lain,

Kutip :

Selain untuk meluruskan paham atau ideologi radikal yang diduga berkembang di kalangan mahasiswi bercadar, kebijakan pendataan ini diambil kampus untuk mempermudah administrasi kampus. Termasuk administrasi saat kampus menyelenggarakan ujian.

"Siapa yang bisa menjamin waktu ujian itu benar dia orangnya, bisa saja kan bisa orang lain. Saat pertama kali masuk kampus dulu setiap mahasiswa juga sudah menyatakan sanggup mematuhi aturan yang ada di kampus," jabarnya.

Sumber

Bukan tanpa alasan. Tapi menurut penulis, kekhawatiran tersebut perlu dipahami dengan bijak. Selain karena memang untuk identifikasi secara jelas wajah mahasiswinya saat proses belajar mengajar termasuk saat ujian, kita semua perlu menolak lupa pada kejadian lain di mana seorang teroris menyalahgunakan fungsi cadar untuk menutupi penyamarannya.

Silakan baca link berikut ini.

Okey, kekhawatiran penyalahgunaan fungsi cadar yang dilakukan oleh teroris atau digunakan untuk joki ujian mungkin prematur. Tapi sebagai salah satu alasan tindakan preventif, maka menurut penulis hal itu menjadi sangat masuk akal.

Sebelum terjadi, pihak UIN Kalijaga mencoba mencegahnya.  Enggak lucu kan kalo bermunculan joki-joki ujian bercadar. Atau ada teroris nyamar pake cadar ke dalam kampus, lalu ngajarin mahasiswinya dengan paham-paham radikal apalagi untuk ngerakit bom. Nanti kalo kejadian, disalah-salahin pula tuh kampus oleh orang tua si mahasiswi. UIN Sunan Kalijaga melakukan preventif ini sebelum hal semacam itu terjadi.

Okay, semua tulisan di atas tentang "alasan". Segera lupakan dan enggak usah dipikirkan. Mending mikirin mantanmu  yang sekarang udah punya gebetan. Setidaknya itu bisa menjadi koreksian, kenapa saat ini dirimu masih aja jomblo dan sendirian. Iya, kan? Fix.

Sekarang kita ketahui bagaimana cara pihak UIN Sunan Kalijaga melakukan tindakan preventifnya. Tanya "bagaimana", "how", "pripun", "kepriben", "kumaha" caranya?

Tentu saja UIN Sunan Kalijaga tidak serta merta melarang dan memerintah mahasiswinya yang bercadar itu untuk segera melepaskan cadarnya. Enggaklah. Semua dilakukan bertahap. Seperti pernyataan yang disampaikan rektornya.

Kutip :

"Konseling ini nanti terdiri dari dosen dari berbagai disiplin keilmuwan. Sampai sembilan kali. Kalau mereka masih bertahan pada pendiriannya, ya sudah kami minta mereka tidak kampus," kata Yudian Wahyudi kepada Nuraki Aziz untuk BBC Indonesia, Senin (05/03).

Sumber

Keterangan dari sumber lainnya,

Kutip :

"Timnya sekitar 5 (dosen) dari fakultas, nanti anak dikonseling. Kalau sampai 7 kali masih pada pendiriannya, kita minta mereka mengundurkan diri (dari kampus)," kata Yudian kepada wartawan di Kampus UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Senin (5/3/2018).

Sumber

Ya mungkin dalam konseling itu akan ditanyain apa alasannya mengenakan cadar, apakah ada ikut paham-paham tertentu.

Kalo enggak ikutan paham-paham radikal tertentu, mungkin akan diberi pemahaman tentang alasan pendagogis, tentang bagaimana kampus perlu identifikasi wajah saat proses belajar mengajar. Kalo beneran ikut paham-paham itu, mungkin akan diingetin supaya kembali pada fungsinya sebagai mahasiswa saja. Enggak perlu ikutan paham-paham yang radikalnya sedemikian rupa. Enggak perlu ikut-ikutan ngerakit bom, memusuhi negara, jika memang ada. Mungkin juga akan diingetin, bahwa emak bapaknya pasti menginginkan anaknya menjadi mahasiswi baik yang berprestasi saja. Blablabla,..blablabla,... Bukankah niatan UIN Sunan Kalijaga ini baik??

Terlepas kemudian setelah pembinaan dan mahasiswi tersebut tidak mengikuti aturan yang ditetapkan, menurut pengetahuan awam penulis, ya wajar jika pihak kampus memintanya untuk mengundurkan diri. Apalagi mahasiswi juga terikat dengan aturan kampus tempatnya belajar. 

Ini kan enggak jauh berbeda dengan seorang pegawai sebuah perusahaan yang tidak mau mengikuti aturan, lalu oleh perusahaannya itu yang bersangkutan diminta untuk resign saja. Daripada terjadi hal yang lebih besar yang dikhawatirkan memengaruhi yang lainnya. Iya, kan?

Okay, kita selesai dengan UIN Sunan Kalijaga, Jogyakarta. Sebagai pelengkap, penulis ingin menyampaikan informasi bahwa sebenarnya hal serupa juga terjadi tidak hanya di UIN Sunan Kalijaga saja. Berikut informasinya.

1.Larangan bercadar bagi dosen pengajar di UIN Jakarta

Kutip :

Kebijakan serupa rektor UIN Yogya sebetulnya pernah ada di UIN Jakarta. Bedanya, di UIN Jakarta yang dilarang adalah dosen berinisial "M", dan bukan peraturan yang berlaku umum. Ketika itu, rektor UIN Jakarta, Dede Rosyada, berargumen kalau kegiatan belajar-mengajar di kelas yang diampu M akan terganggu. M bahkan diberi pilihan untuk mengundurkan diri.

Dede mengaku pernah memberikan pilihan soal ini, yaitu dosen bercadar tetap bisa mengajar sepanjang melepasnya ketika di kelas. Atas pilihan itu M mengambil opsi berhenti mengajar. "Pilihan dia mengundurkan diri, bukan saya pecat," kata Dede kepada Tirto, 1 Agustus lalu.

Sumber

2.Pembinaan mahasiswi bercadar di Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Jogyakarta

Kutip :

"Rektor UAD, Kasiyarno mengatakan, belum lama ini pihaknya sudah memerintahkan Lembaga Pengembangan Studi Islam (LPSI) UAD untuk mendata dan membina mahasiswi bercadar yang ada di kampus."

"Kasiyarno menerangkan, alasan UAD berencana mendata mahasiswi bercadar karena pihaknya ingin meluruskan paham para mahasiswi tersebut."

Bahkan menurut penulis, dalam hal ini UAD lebih tegas memaparkan alasannya dengan berani memberikan argumentasi tentang penggunaan cadar bagi seorang wanita.

Kutip:

"Karena kita kan juga menanamkan nilai-nilai Islam, ajaran Islam yang benar. Kita tetap harus mengarahkan mereka sesuai dengan paham Muhammadiyah," tutur Kasiyarno.

"Ya sesuai dengan tuntutan Rasulullah saja. Berpakaian cukup dengan menutup aurat saja. Jadi kalau sampai menutup muka itu kan bagian yang tidak perlu harus ditutup-tutupi. Sebab, menutup aurat memakai cadar dinilai tergolong berlebihan dan tidak sesuai dengan ajaran ke-Muhammadiyah-an," urainya.

Sumber

3.Larangan Penggunaan Cadar di Kampus UIN Sunan Ampel, Surabaya.

Kutip :

Surabaya, CNN Indonesia -- Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Jawa Timur meminta mahasiswinya tak mengenakan cadar selama di lingkungan kampus.

Rektor UIN Sunan Ampel Profesor Abdul A'la mengatakan rektorat tidak menjadikan permintaan membuka cadar itu sebagai kebijakan tertulis.

"Soal boleh atau tidak mengenakan cadar itu sebenarnya kebijakan masing-masing kampus. Tidak seragam. Kami telah menerapkan aturan yang sama seperti UIN Sunan Kalijaga. Hanya, cara yang saya lakukan berbeda," tuturnya, Selasa (6/3).

Meskipun pelarangan itu tidak dilakukan secara tertulis, tapi sudah dilakukan sejak dua tahun lalu. Seperti yang penulis kutip berikut ini.

Kutip :

Sebenarnya, UIN Sunan Ampel telah menerapkan kebijakan itu lebih dulu daripada UIN Sunan Kalijaga.

"Saya sudah menyampaikan lama, sekitar dua tahun lalu, dan dalam rapat-rapat sering saya sampaikan. Nah, sejauh ini belum ada laporan mengenai mahasiswi memakai cadar," ujar Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya.

Sumber

*****

Okay, kita lupakan semua pembahasan di atas. Dan alangkah baiknya kita semua kembali beraktivitas.

Tentang perbincangan bahwa pelarangan tersebut adalah pelanggaran HAM atas pakaian atau keyakinan dalam beragama, penulis rasa hal tersebut masih sangat jauh. Apa bedanya larangan mengenakan cadar di wilayah kampus dengan larangan mengenakan kaos atau sandal jepit saat memasuki ruang kelas di kampus? Enggak ada bedanya.

Maaf, penulis tidak bermaksud merendahkan nilai cadar. Tapi kita semua harus tahu, bahwa saat haji dan umroh pun, cadar harus dilepas demi keabsahan peribadatannya. Sehingga menurut penulis hal ini mengindikasikan, bahwa cadar bukan berada pada wilayah wajib yang berkaitan dengan keyakinan. Sebatas kultur yang masih dapat "dinegosiasikan".

Enggak percaya?

Mari kita tanya pada rumput yang sedang berdansa bersama jangkrik dengan suara merdunya.

 Kriiik,...kriiik,...kriiik,...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun