Mohon tunggu...
Kamaludin
Kamaludin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Manusia biasa

tidak tertarik ini itu. i wanna be myself and walk with my freedom as a man.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Stres Kerja

5 November 2024   06:37 Diperbarui: 5 November 2024   07:04 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

          BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

            Stres kerja merupakan salah satu masalah yang semakin sering ditemui di berbagai sektor industri dan organisasi modern[1]. Tekanan yang terus meningkat akibat tuntutan pekerjaan, target yang tinggi, serta perubahan yang cepat dalam lingkungan kerja sering kali membuat individu mengalami ketegangan yang berlebihan. Stres di tempat kerja terjadi ketika pekerja merasa bahwa tuntutan pekerjaan mereka melebihi kemampuan atau sumber daya yang mereka miliki untuk menghadapinya. Meskipun beberapa tingkat stres mungkin dapat mendorong individu untuk bekerja lebih keras atau lebih kreatif, stres yang berlebihan dalam jangka panjang bisa berdampak negatif terhadap kesehatan fisik, mental, dan kinerja seseorang. Organisasi dan perusahaan pun semakin menyadari bahwa stres kerja yang tidak dikelola dengan baik bisa berkontribusi pada penurunan produktivitas, peningkatan absensi, dan turnover karyawan yang tinggi[2].

            Perubahan dunia kerja yang dipengaruhi oleh globalisasi, perkembangan teknologi, dan persaingan yang ketat juga memperburuk situasi. Di era digital saat ini, batas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi semakin kabur, dengan banyak karyawan yang merasa harus terus terhubung dan responsif terhadap tuntutan pekerjaan, bahkan di luar jam kerja. Hal ini mengakibatkan fenomena "burnout" atau kelelahan kerja yang banyak dialami oleh pekerja di berbagai industri[3]. World Health Organization (WHO) bahkan mengakui "burnout" sebagai fenomena pekerjaan yang berhubungan dengan stres kronis yang tidak dikelola dengan baik[4]. Situasi ini memicu kebutuhan mendesak untuk menerapkan strategi manajemen stres kerja yang lebih baik di tempat kerja.

            Faktor-faktor penyebab stres kerja bisa sangat beragam, mulai dari beban kerja yang berlebihan, lingkungan kerja yang tidak mendukung, hubungan interpersonal yang buruk, hingga kurangnya kontrol terhadap pekerjaan yang dilakukan[5]. Beban kerja yang berlebihan, misalnya, dapat menyebabkan kelelahan fisik dan mental, sedangkan hubungan yang kurang harmonis dengan atasan atau rekan kerja bisa meningkatkan konflik dan ketidaknyamanan di tempat kerja[6]. Tidak hanya itu, peran yang tidak jelas atau adanya konflik peran juga dapat membuat karyawan merasa bingung dan tidak tahu apa yang diharapkan dari mereka, yang pada akhirnya memicu stres[7]. Ketidakmampuan untuk mengatasi tekanan ini dapat menurunkan motivasi dan kinerja, serta memperburuk kesehatan fisik dan mental.

            Dampak negatif stres kerja tidak hanya dirasakan oleh individu, tetapi juga oleh organisasi secara keseluruhan. Pekerja yang mengalami stres cenderung menunjukkan penurunan dalam produktivitas dan kualitas kerja, serta lebih sering absen dari pekerjaan karena penyakit atau masalah kesehatan terkait stres. Selain itu, tingginya tingkat stres dalam organisasi sering kali mengarah pada pergantian karyawan yang tinggi, yang tentu saja merugikan perusahaan karena biaya perekrutan dan pelatihan karyawan baru cukup besar. Oleh karena itu, manajemen stres yang efektif menjadi sangat penting untuk memastikan kesejahteraan karyawan sekaligus menjaga keberlangsungan dan produktivitas organisasi.

            Menyadari pentingnya manajemen stres di tempat kerja, banyak organisasi mulai menerapkan berbagai strategi untuk mengatasi masalah ini. Pendekatan-pendekatan seperti peningkatan kesejahteraan mental melalui program dukungan kesehatan, pelatihan manajemen stres, serta perbaikan dalam desain pekerjaan telah terbukti mampu mengurangi tingkat stres karyawan. Selain itu, menciptakan budaya kerja yang mendukung, di mana komunikasi terbuka dan dukungan sosial menjadi bagian integral dari lingkungan kerja, juga bisa menjadi solusi untuk mencegah stres. Manajemen stres kerja bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga merupakan kewajiban organisasi untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan produktif.

            Melihat masalah stres yang kerap terjadi serta bagaimana provlem solving yang baik kami akan membahasanya dalam makalah ini agar kita senantiasa dapat mengetahui bagaimana stres dan penanggulangannya serta pencegahan stres itu terutama di dalam lingkungan kerja. Secara lebih jelas mengenai stres dan stres kerja akan kami bahas pada berikutnya.

B. Rumusan Masalah

                Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain:

  • Apa yang dimaksud dengan stres kerja?
  • Faktor apa saja yang menyebabkan stres kerja?
  • Bagaimana cara efektif untuk mengelola stres di lingkungan kerja?

C. Tujuan Penulisan

                Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:

  • Mengetahui dan memahami apa paengertian stress kerja.
  • Mengetahui apa saja faktor yang dapat menyebabkan stress kerja.
  • Dapat mengimplementasikan cara mengelola stress di lingkungan kerja.

D. Manfaat Penulisan

            Diharapkan supaya mahasiswa/i atau perusahaan yang berkepentingan mengetahui pengertian, jenis-jenis, dan penyebab stres kerja, serta mampu membuat strategi manajemen stres kerja dan cara mengatasinya.

         BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Stres Kerja dan Penyebab Stres Kerja

            Ada banyak ahli yang memberikan pengertian terkat stress kerja, berikut adalah beberapa pengertian yang siberikan para ahli. Menurut Lazarus dan Folkman (1984), stres adalah hasil dari interaksi antara individu dan lingkungannya, di mana individu merasa tidak mampu memenuhi tuntutan lingkungan tersebut[8]. Dalam konteks pekerjaan, stres kerja dapat muncul ketika seorang pekerja dihadapkan pada beban tugas yang berlebihan, kurangnya kontrol atas pekerjaan, atau kurangnya dukungan sosial dari rekan kerja dan atasan.

 

            Robbins dan Judge (2013) mendefinisikan stres kerja sebagai kondisi di mana individu merasa tertekan atau terbebani secara emosional dan mental akibat adanya ketidakcocokan antara tuntutan pekerjaan dan kemampuan atau sumber daya yang dimiliki untuk menyelesaikannya[9]. Pekerjaan yang memicu stres tidak hanya terbatas pada beban kerja yang berat, tetapi juga bisa berasal dari kondisi fisik tempat kerja yang tidak nyaman, hubungan interpersonal yang buruk, serta konflik peran yang tidak terselesaikan[10]. Stres yang berkepanjangan di tempat kerja dapat memengaruhi kesehatan fisik dan mental individu, seperti kelelahan, kecemasan, depresi, dan bahkan gangguan kardiovaskular.

 

            Stres di tempat kerja juga terkait erat dengan perasaan individu terhadap kendali yang dimilikinya atas pekerjaan. Teori Demand-Control (Karasek, 1979) menyatakan bahwa stres kerja terjadi ketika terdapat ketidakseimbangan antara tuntutan pekerjaan (demand) dan kemampuan individu untuk mengendalikan atau mengatur cara kerjanya (control)[11]. Ketika tuntutan pekerjaan tinggi, tetapi individu memiliki sedikit kendali atas bagaimana atau kapan pekerjaan harus diselesaikan, stres cenderung meningkat. Sebaliknya, jika seseorang memiliki kendali yang cukup atas pekerjaannya, stres cenderung lebih mudah dikelola meskipun tuntutan pekerjaan tinggi.

 

            Selain itu, stres kerja sering kali diperburuk oleh ketidakpastian peran atau adanya konflik peran di tempat kerja. Ketika karyawan tidak memiliki pemahaman yang jelas tentang tanggung jawab mereka atau mengalami konflik antara peran yang berbeda, hal ini dapat meningkatkan ketegangan dan kebingungan, yang pada akhirnya menyebabkan stres. Faktor-faktor lain, seperti kurangnya dukungan sosial, penghargaan yang tidak memadai, serta kondisi fisik dan psikologis yang tidak mendukung di tempat kerja, juga merupakan pemicu stres yang signifikan.

 

            Secara keseluruhan, stres kerja adalah fenomena multidimensi yang dapat berdampak negatif pada produktivitas individu maupun organisasi jika tidak dikelola dengan baik. Untuk mengatasinya, baik karyawan maupun perusahaan perlu berperan aktif dalam mengenali sumber-sumber stres dan menerapkan strategi manajemen stres yang tepat, baik di tingkat individu maupun organisasi.

 

B. Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja

            Ross dan Altmaier (1994) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan  stres kerja. Ada dua hal pokok yaitu factor individual dan faktor tempat kerja[12].

a. Faktor Individual

Pengalaman seseorang dalam bekerja dipengaruhi oleh kepribadiannya. Ross dan Almeier (1994) menjelaskan bahwa  faktor pribadi ini mencakup dua ciri kepribadian yang berpengaruh: pola perilaku Tipe A dan perasaan terkendali (sense of control)[13]. Selain itu, faktor gender juga dibahas di antara faktor pribadi, meskipun faktor tersebut tidak dianggap sebagai ciri kepribadian.                  Pola perilaku Tipe A  dicirikan oleh beberapa komponen, yaitu: 1); Perasaan tentang pentingnya waktu (sense of time). Individu terus-menerus perlu melakukan banyak aktivitas sekaligus dan menjadi tidak sabar atau berbicara dengan cepat. 2). Mereka memiliki dorongan agresif  untuk mencapai sesuatu, mengabaikan perasaan orang lain, dan memiliki sikap kompetitif. 3). Tingkat permusuhan yang tinggi. Individu umumnya curiga dan cepat marah terhadap orang lain.             Orang dengan kepribadian Tipe A lebih mungkin mengalami stres kerja karena cara  mereka memandang dunia[14]. Karena merasa kesal dengan kinerja orang lain, tidak suka didukung  rekan kerja, atau kesulitan  menyesuaikan perilakunya dengan situasi kerja.

  • Pengendalian Diri (Sense of Control)

            Pengendalian mengacu pada persepsi seseorang bahwa tindakannya akan membawa pada hasil tertentu yang secara umum dianggap penting bagi orang tersebut. Kontrol yang dirasakan individu pada umumnya bertolak belakang dengan kontrol aktualnya. Terkadang seseorang akan membuat prediksi  kontrol diri yang berlebihan (overestimate), dan sebaliknya (kontrol diri individu mungkin tidak ada)[15].

            Abramson (Ross & Almaier, 1994) menambahkan bahwa individu mungkin mengaitkan kurangnya kendali mereka dengan faktor internal atau eksternal[16]. Jika kurangnya pengendalian disebabkan oleh faktor internal, seperti kurangnya keterampilan, maka dapat menimbulkan perasaan tidak berdaya dan rendah diri.

            Namun jika hal tersebut datangnya dari luar, misalnya dari orang lain, maka perasaan tidak berdaya  tersebut tidak akan terlalu berpengaruh dibandingkan faktor internal.

  • Gender

            Terkait dengan perubahan peran perempuan di lingkungan dan tempat kerja, dimana pola gaya hidup saat ini seringkali mengharuskan perempuan untuk memiliki tanggung jawab keluarga dan pekerjaan secara bersamaan. Stess pekerjaan dapat berkaitan degan peran ganda yang dijalankan wanita, konflik dengan tanggung jawab rumah tangga, atau kemungkinan pelecehan seksual dalam tempat kerja[17].

            Menurut Ross dan Altmaier (1994), ada empat karakteristik peran yang menyebabkan stres kerja[18]: 1) Ambiguitas peran (role ambiguity), ini disebabkan adanya informasi yang kurang jelas tentang bagaimana seseorang atau individu seharusnya melaksanakan tugasnya. 2) Peran yang terlalu berat (role overload). Hal ini terjadi ketika seseorang tidak mampu melakukan suatu tugas karena tidak cukup waktu atau orang tersebut tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk melakukan tugas tersebut.

             Peran yang terlalu mudah (kurangnya peran), Hal ini terjadi ketika seseorang mempunyai skill yang lebih baik dibandingkan -nya. Hal ini juga disebutkan oleh Greenberg (2002) yang menyatakan bahwa salah satu pemicu stres bagi karyawan adalah kurangnya keterlibatan pribadi (personality)[19]. Partisipasi di sini mencakup perasaan terhadap proses pengambilan keputusan, keterlibatan dalam permasalahan perusahaan, perasaan terancam terkait pekerjaan, dan harga diri (self esteem). 4) Konflik peran(role conflict) . Terjadi ketika berpegang pada satu peran menyulitkan penerapan peran lainnya.

b. Faktor tempat kerja

  • Karakteristik Pekerjaan

            Ada empat karakteristik pekerjaan yang berhubungan dengan stres kerja[20]: 1) kecepatan kerja, 2) pengulangan tugas, 3) kerja shift, dan 4) atribut tugas.

  • Hubungan Interpersonal

            Hubungan interpersonal dapat mempengaruhi stres kerja. Ada tiga jenis hubungan antarmanusia: hubungan dengan rekan kerja/kelompok, hubungan dengan atasan, dan hubungan dengan pelanggan/pengguna jasa. Jika Anda memiliki hubungan yang buruk dengan rekan kerja, kemungkinan besar Anda akan menyalahkan mereka atas stres kerja Anda.

  • Struktur Organisasi

            Terdapat beberapa struktur organisasi yang dapat mempengaruhi stres kerja seseorang. Hal-hal tersebut adalah struktur organisasi (bagaimana individu terlibat dalam pengambilan keputusan terkait pekerjaannya), posisi dalam organisasi, budaya organisasi, dan wilayah organisasi.

  • Manajemen Sumber Daya

            Sumber stres kerja yang potensial adalah ketika Anda pertama kali memasuki dunia kerja[21], persepsi Anda terhadap tempat kerja berbeda dengan keadaan sebenarnya. Selain itu, faktor-faktor lain yang mempengaruhi mungkin terkait dengan pelatihan yang diterima seseorang, pengembangan dan pemeliharaan karier, umpan balik kinerja, remunerasi, dan ketidakpastian mengenai pekerjaan di masa depan dan transisi karier[22].

  • Kualitas Fisik dan Teknologi

            Sumber stres yang berkaitan dengan kualitas fisik suatu organisasi meliputi faktor pencahayaan, kebisingan, suhu, getaran, pencemaran lingkungan, dan  ergonomis.

 

C. Sumber Stress Kerja 

            Northcraft (1990) mengemukan pendapat bahwa ada beberapa sumber yang menjadikan seseorang merasakan stress di tempat kerja yang berkaitan dengan seseorang atau individu, bisa di lihat di gambar 1 berikut[23]. 

            Beberapa sumber stress yang berkaitan dengan individu, diataranya, 1) kondisi organisasi, tuntutan social dan keluarga, dan karakteristik kepribadian. Kemudian ada dari sisi organisasi yang juga menjadi sumber stres yang meliputi:

  • Pekerjaan itu sendiri dijadikan beban.
  • Peran di dalam orgnisasi yang kurang stabil.
  • Perkembangan karir yang tidak pasti.
  • Hubungan organisasi (karyawan-pemimpin atau pemimpin-karyawan)
  • Keberadaan organisasi yang kurang efektif.
  • Hubungan organisasi dengan fihak luar yaitu bagaimana kesesuaian antara tuntutan
  • keluarga vs tuntutan organisasi dan antara minat pribadi vs kebijakan organisasi.

            Menurut Northcraft ada dua bentuk sumber stres kerja yaitu adanya perasaan frustasi karena tidak mampu mengontrol situasi atau karena situasi yang kurang menentu/sulit diprediksi.

            Tak hanya northcraft, Moorhead & Griffin (1995) juga mengemukakan bahwa ada beberapa sumber stres dari organisasi dan yang mempunyai dampak terhadap individu, seperti yang terlihat dalam gambar berikut ini.

          Menurut Moorhead & Griffi, ada dua sumber stres yaitu dari organisasi dan kehidupan. Sumber stress dari organisasi meliputi tuntutan kerja, tuntutan fisik, dan tuntutan interpersonal. Stres dalam sejarah kehidupan manusia, mau tidak akan berdampak terhadap bagaimana seseorang bekerja. Ada dua macam stres kehidupan yaitu perubahan kehidupan dan trauma dalam kehidupan. Perubahan kehidupan misalnya kematian pasangan hidup dan trauma kehidupan misalnya perceraian dengan pasangan hidupnya.

D. Pendekatan Pribadi dalam Mengelola Stress

                Strategi apa saja yang perlu kita lakukan dalam mengatasi stres kerja? Berikut ini adalah Coping Strategies yang dapat dijadikan acuan untuk mengelola stres bagi individu.

Problem Focused

Emotion Focused 

Behavioral Methods 

Bekerja lebih keras, Mencari

Bantuan, Mendapatkan Sumber daya tambahan

Terlibat dalam alternatif

Kegiatan, Mencari dukungan, Melampiaskan kemarahan

Cognitif Methods 

Menyusun strategi

Motivasi diri

Mengubah Prioritas

Menghindari, menjauhkan,

dan mengabaikan, Mencari positif dalam

menilai kembali negatif

            Menurut Colquitt, LePine, dan Wesson (2011), strategi coping pada dasarnya terbagi menjadi dua aspek. Jadi aspek yang pertama adalah strategi coping dan yang kedua adalah fokus dari coping tersebut[24]. Ada dua pendekatan untuk mengatasi: perilaku dan kognitif.  Strategi perilaku adalah aktivitas fisik yang digunakan untuk mengatasi situasi stres. Misalnya stres kerja berupa beban kerja yang berlebihan dapat diatasi dengan bekerja lebih keras.

            Namun, sebagian orang mengatasinya dengan pulang lebih awal atau begadang. Sedangkan metode kognitif adalah cara berpikir untuk mengatasi stres. Misalnya, seorang karyawan mungkin mengatasi stres akibat beban kerja yang berat dengan memikirkan cara mengembangkan strategi kerja yang efisien. Dalam strategi penanggulangan, ada dua fokus penanggulangan: fokus pada masalah dan fokus pada emosi. Fokus masalah mencakup tindakan dan pemikiran yang ditujukan untuk mengatasi stres. Contoh penanganan yang berfokus pada masalah adalah ketika seorang karyawan, dihadapkan dengan waktu yang terbatas, berpikir untuk mengembangkan strategi kerja yang efisien dan mengambil tindakan yang tegas.

            Emosi, di sisi lain, berfokus pada berbagai cara orang menghadapi emosi yang disebabkan oleh stres yang mereka alami. Misalnya, jika seorang karyawan mengalami stres, dia mungkin mengatasi stres tersebut dengan menghindari situasi stres atau dengan memandang stres sebagai tantangan sekaligus peluang. Tujuan dari strategi ini adalah untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan dampak negatif stres.

 

E. Pendekatan Organisasi dalam Mengelola Stres

            Faktor organisasi yang dapat dikendalikan oleh manajemen seperti tuntutan tugas dan peran, struktur organisasi dapat dimodifikasi sedemikian rupa untuk menghindari tingkat stres yang tinggi[25]. Beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh manajemen antara lain:

 

  • Memperbaiki mekanisme seleksi personil dan penempatan kerja. Sehingga invidu yang memiliki daya tahan yang tinggi terhadap stres dapat ditempat pada pekerjaan yang memiliki tingkat stres yang tinggi.
  • Penggunaan penetapan sasaran yang realistis, sehingga individu mengetahui secara jelas sasaran yang mereka tuju, menerima umpan balik dan memotivasi mereka untuk mencapai tujuan.
  • Perancangan ulang pekerjaan yang dapat memberikan karyawan kendali yang besar dalam pekerjaan yang mereka tekuni.
  • Meningkatan keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan. Memperbaikan komunikasi organisasi yang dapat mengurangi ambiguitas peran dan konflik peran.
  • Penegakan program kesejahteraan korporasi yang memusatkan perhatian pada keseluruhan kondisi fisik dan mental karyawan.

 

F. Strategi Manajemen Stres Kerja

            Stres di tempat kerja dapat dicegah dan dikelola tanpa menimbulkan dampak negatif. Mengelola stres berarti tidak sekadar mengatasi stres, namun mempelajari cara menghadapi stres secara adaptif dan efektif[26]. Sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dicoba. Beberapa orang yang mengalami stres kompetitif di tempat kerja mungkin mengatasi stres tersebut dengan  bekerja terlalu keras. Ini bukanlah cara yang efektif dan bahkan tidak menyelesaikan penyebab stres, melainkan malah memperburuk masalah.

            Sebelum membahas cara yang lebih spesifik untuk menghadapi pemicu stres tertentu, penting untuk mempertimbangkan pedoman umum untuk mendorong perubahan dan penanggulangannya. Memahami prinsip dasar penting untuk mengembangkan solusi terhadap permasalahan yang muncul, terutama yang berkaitan dengan sumber stres dalam hubungan kerja. Stres dapat terjadi di berbagai tingkatan di tempat kerja, termasuk ketidakmampuan menjalankan peran tertentu dengan sukses karena kesalahpahaman yang dilakukan atasan atau bawahan, bahkan dari kurangnya keterampilan (khususnya keterampilan manajemen) hingga ketidakpuasan sederhana terhadap orang-orang yang bekerja erat dengannya[27].

            Dari sudut pandang organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawan mengalami stres ringan. Stres dalam jumlah tertentu mempunyai dampak positif dan mendorong kita untuk bekerja lebih baik. Namun, tingkat stres yang tinggi atau ringan yang berkelanjutan akan menurunkan kinerja karyawan[28]. Stres ringan mungkin bermanfaat bagi organisasi, namun tidak diinginkan dari sudut pandang individu.

            Manajer mungkin mempertimbangkan untuk memberikan tugas-tugas yang sedikit menimbulkan stres kepada karyawannya untuk mendorong mereka, namun hal ini mungkin dianggap sebagai tekanan yang lebih besar oleh karyawan. Oleh karena itu, Anda memerlukan pendekatan yang tepat ketika menghadapi stres. Ada dua pendekatan: pendekatan personal dan pendekatan organisasi. Sebagai bagian dari pendekatan pribadi, karyawan dapat melakukan upaya sendiri untuk mengurangi tingkat stres. Strategi pribadi yang sangat efektif mencakup manajemen waktu, latihan fisik, pelatihan relaksasi, dan dukungan sosial.

            Manajemen waktu yang baik memungkinkan karyawan berhasil menyelesaikan tugas tanpa terburu-buru memenuhi tuntutan pekerjaan. Melalui latihan fisik, Anda dapat memperbaiki kondisi tubuh dan lebih mampu mengatasi tuntutan tugas-tugas sulit. Selain itu, untuk mengurangi stres pada pekerja, mereka perlu melakukan aktivitas santai. Dan strategi terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan mengumpulkan teman, kolega, dan keluarga yang  dapat memberikan dukungan dan saran kepadanya.

            Pendekatan organisasi memberitahu kita bahwa beberapa penyebab stres adalah persyaratan tugas dan peran serta struktur organisasi, yang semuanya dikendalikan oleh manajemen, sehingga faktor-faktor ini dapat diubah. Oleh karena itu, strategi yang dapat digunakan manajer untuk mengelola stres karyawan meliputi seleksi dan penempatan, penetapan tujuan, desain ulang pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi organisasi, dan program tunjangan.

            Hal ini memungkinkan karyawan untuk mengambil pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya dan bekerja untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dengan tetap mempertimbangkan hubungan interpersonal yang sehat serta kondisi fisik dan mental. Berikut adalah hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi stress, diataranya:

  • Cara Mencegah dan Teknik Pengurangan Stres
  •  Empat pendekatan yang kerap digunakan adalah relaksasi otot, biofeedback, meditasi dan restrukturisasi kognitif yang mana semuanya membantu para karyawan mengatasi stress yang berkaitan dalam pekerjaan[29].
  • Relaksasi Otot: relaksasi otot adalah pernafasan yang lambat dan dalam suatu usaha yang sadar untuk memulihkan ketegangan otot
  • Bio feedback: biofeedback adalah kemampuannya untuk membantu relaksasi  dan mempertahankan fungsi tubuh pada  keadaan nonstress.
  • Meditasi: Meditasi mengaktifkan suatu respons relaksasi dengan mengarahkan ulang pemikiran seseorang jauh dari dirinya sendiri.
  • Restrukturisasi kognitif: Teknik kognitif dari manajemen stress berfokus pada mengubah label atau kognisi sehingga orang tersebut menilai situasi secara berbeda.

            Selain teknik pengurangan stres di atas ada beberapa kiat yang dapat dipraktikan. Supaya stres tidak berkelanjutan, adapun beberapa kiat yang di kemukakan oleh Alex, diantaranya:

  • Sediakan waktu rileks

           Penelitian menunjukkan bahwa stres terkait pekerjaan dimulai sebelum Anda berangkat kerja di pagi hari. Daripada mengkhawatirkan beban kerja Anda (meski belum ada solusi nyata), lebih baik manfaatkan waktu terbatas yang Anda miliki untuk relaksasi, seperti meditasi atau yoga. Latihan pernapasan merupakan teknik relaksasi yang paling sederhana. Caranya, tarik napas dalam-dalam dan hembuskan hingga tidak ada lagi udara di paru-paru. Lakukan ini setidaknya tiga kali hingga Anda merasakan ketegangan mereda.

  • Bersikap lebih asertif

            Sebagian besar masalah di tempat kerja muncul dari kurangnya kesempatan untuk melakukan perubahan dan keputusan. Jadi bicarakan dengan atasan Anda tentang pekerjaan Anda dan tanggung jawab tambahan apa pun yang ingin Anda ambil. Ini akan membantu Anda memutuskan jenis pekerjaan apa yang diinginkan perusahaan dari Anda.

  • Bekerja lebih efisien

            Jika Anda tidak punya cukup waktu untuk menyelesaikan suatu tugas, itu mungkin bukan karena Anda punya terlalu banyak tugas, tapi karena Anda punya waktu dan cara menyelesaikannya. Alex mencontohkan seorang jurnalis yang produktif di malam hari namun merasa tertekan untuk menulis di siang hari. Cara terbaik untuk mengatasi masalah ini adalah dengan membagi pekerjaan. Siang hari saya membuat outline dan mencari bahan, dan malam hari saya menyelesaikan teks. Bekerja lebih efisien. Anda juga harus bisa menentukan prioritas. Memprioritaskan akan membantu Anda mengatur strategi Anda.

  • Tingkatkan energi dengan tidur

            "Saat Anda lelah, kemungkinan besar Anda akan stres karena hal-hal terkecil," tulis Camille Anthony dalam The Art of Napping at Work (1999). Kesalahan juga  membuat Anda kurang perhatian dan lebih mungkin melakukan kesalahan. Saat itu, Alex menyarankan agar mereka tidur, tidur lima belas menit selama jam kerja sama bermanfaatnya dengan tidur tiga jam di malam hari. Untuk tidur, Anda bisa menggunakan musala di kantor Anda (di luar jam sholat tentunya) atau mobil Anda. Jangan lupa atur alarmmu agar kamu tidak kesiangan. Jika tidak ada yang tersedia, Workbench mungkin merupakan pilihan terakhir anda. Yang penting adalah meningkatkan energi Anda segera setelah Anda merasa lelah.

            Menurut Anthony, tidur 30 menit atau kurang akan meningkatkan mood dan selera humor Anda, sehingga meningkatkan hubungan Anda dengan rekan kerja. Anthony menyarankan untuk membatasi waktu tidur Anda hingga 30 menit agar tidak  tertidur lelap. Jika Anda tertidur lelap, Anda akan merasa semakin lelah saat bangun.

  • Atur Lingkungan Kerja

            Bagaimana kondisi kerja Anda? Apakah meja kerja Anda berantakan atau tempat kerja Anda terus-menerus dipenuhi asap rokok? Bahkan hal-hal yang tampaknya sepele ini dapat memengaruhi kinerja kerja dan kesehatan Anda. Harap berhati-hati karena hal ini mungkin saja terjadi. Jika Anda tidak dapat membuat perubahan besar-besaran pada lingkungan kerja Anda, kami sarankan untuk memulainya dari meja Anda.

 Dalam Feng Shui, seni perencanaan tata ruang  Tiongkok, tempat kerja yang teratur menunjukkan pikiran yang teratur.

            Hindari tumpukan kertas dan file di lingkungan kerja Anda, terutama di meja kerja Anda. Simpan dokumen dalam folder, kotak arsip, atau laci arsip. Anda juga dapat mencegah stres dengan mengatur ulang posisi kursi  sehingga Anda dapat melihat siapa yang memasuki ruangan. Jika memungkinkan, pindahkan meja kerja Anda agar Anda dapat bekerja di bawah cahaya alami (matahari) dari luar.

  • Kembangkan pola hidup sehat

            Gaya hidup sehat adalah kunci untuk bebas stres. Pilihlah makanan dan minuman yang mengurangi stres, terutama makanan kaya vitamin B  seperti kacang-kacangan dan biji-bijian. Makan lebih sedikit makanan berlemak dan lebih banyak buah dan sayuran. Olahraga yang tepat tidak hanya membuat tubuh Anda sehat, tetapi juga meningkatkan kinerja tubuh dan meningkatkan kapasitas paru-paru untuk menyerap lebih banyak oksigen.

  • Lupakan pekerjaan saat libur

            Lupakan pekerjaan saat sedang berlibur Apakah Anda membawa laptop saat liburan keluarga? Liburan terutama harus digunakan untuk relaksasi. Berlibur dan bersantai memang tidak membuang-buang waktu.

 Berlibur bersama tak hanya menambah energi  kreatif, tapi juga mempererat hubungan  dengan keluarga.

 

BAB III

KESIMPULAN


            Manajemen stres kerja merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan baik oleh individu maupun organisasi, mengingat dampak stres yang signifikan terhadap kesehatan fisik, psikologis, serta produktivitas. Stres kerja timbul ketika tuntutan pekerjaan melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya, dan dapat diperburuk oleh faktor-faktor seperti beban kerja yang berlebihan, kurangnya kontrol atas pekerjaan, serta buruknya hubungan interpersonal di tempat kerja.

            Stres yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti kelelahan, kecemasan, depresi, hingga gangguan fisik seperti penyakit jantung. Dampak negatif juga dirasakan oleh organisasi dalam bentuk penurunan produktivitas, meningkatnya tingkat absensi, dan turnover karyawan yang tinggi.

            Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan manajemen stres yang menyeluruh, baik di tingkat individu maupun organisasi. Individu dapat mengadopsi strategi seperti manajemen waktu yang baik, latihan relaksasi, dan menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Di sisi lain, organisasi perlu menciptakan lingkungan kerja yang mendukung, mengelola beban kerja secara realistis, serta menyediakan program dukungan kesehatan mental.

            Dengan penerapan strategi manajemen stres yang efektif, baik individu maupun organisasi dapat mengurangi dampak negatif stres kerja, meningkatkan kesejahteraan karyawan, serta mempertahankan produktivitas dan keberlanjutan kerja yang optimal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun