Bangunan sederhana yang jadi jejak langkahku di tempat ini.
Sore itu aku berpamitan dengan mereka, aku akan meninggalkan kampung ini keesokan pagi.
"Nanti Kaka bale lai, Inga jaga pondok, inga belajar baca tarus. Samua semangat ee!!"
(Nanti kakak balik lagi, ingat jaga pondok, ingat belajar baca terus. Semuanya semangat yah!!) Ujarku sambil berkaca-kaca.
Vito menghampiriku dan langsung memelukku, sontak mereka semua pun ikut memeluk dengan haru. Aku mengelus-elus kepala mereka sembari memberikan nasihat.Â
Rasanya berat meninggalkan mereka, karena aku tak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya, merasakan ketulusan dan kehangatan dari anak-anak ini. Aku tak menyesal menghabiskan waktu liburanku selama dua bulan ini bersama mereka, aku merasa bersyukur bisa memberikan apa yang ku punya untuk membantu mereka.
***
Tak terasa sudah setahun sejak aku meninggalkan Maluku, perpustakaan cemara dan anak-anak itu.Â
Pagi itu aku terbangun dengan bunyi dering telepon yang mendengung, dengan mata sayu aku melirik jam dinding. Sudah pukul sembilan pagi, aku pun segera mengangkat telepon dengan wajah kantuk.
"Ari juara!! Ari juara!! Kaka Beta juara baca pidato" Nenek dan Ari berteriak gembira dari sebarang.
Terdengar suara-suara histeris dan riuh tepuk tangan dari seberang, aku mematung sejenak mencernah apa yang baru ku dengar. Bulir air mataku menetes turun perlahan membasahi pipiku, aku masih tak percaya akan hal itu.Â