"Mama bilang kasih ini par Kaka" (Ibu bilang ini untuk Kakak) katanya sambil tersenyum.
"Danke banya Ari, mari maso. Abis makang baru Kaka ajar Se ee" (Kelar makan dulu, baru Kakak ajarin kamu yah) ujarku sambil mempersilahkannya masuk.Â
Setelah menghabiskan sisa makananku, aku mengajaknya ke kamar. Ku keluarkan semua buku yang ku bawah dan mulai mengajarinya membaca, ia nampak bersemangat dan bersungguh-sungguh. Tak butuh waktu lama, dia sudah mampu menyambung beberapa kata. Hingga tak terasa waktu sudah menunjukan pukul setengah sepuluh malam, aku pun mengantarkannya pulang dan berpesan kepadanya agar datang lagi besok selepas makan siang.Â
Keesokan paginya selepas sarapan, aku memutuskan untuk jalan-jalan di tepian pantai. Aku menemui nenek yang sedang memasak untuk pamit.
"Nen, Beta bajalang sadiki ke pante ee" (Nek, aku jalan-jalan sebentar ke pantai yah)Â
"Jalang bae-bae, jang bajalang jao-jao ee"
(Hati-hati, jalannya jangan jauh-jauh yah)
Aku pun meninggalkan rumah dan berjalan menyusuri jalanan desa pesisir itu, nampak nyiur melambai-lambai dari kejauhan di tepi pantai.
Sesampainya di pantai, aku pun bersandar pada bangku kayu di bawah pohon cemara tua. Dari kejauhan nampak beberapa remaja lelaki sedang memancing di ujung dermaga, sedang yang lainnya yang lebih kecil sedang bermain sepak bola di pantai. Aku menatap mereka lama sembari merenung.
"Apa mereka juga sama dengan Ari ?" Batinku bertanya-tanya dalam hati.
Setelah cukup lama merenung, aku pun memutuskan pulang dan menyiapkan sesuatu.