"Ingin kuliah di mana nanti?" tanya Syafri. " Di sana!" tunjuk Syafri.
"Nggak, Ah, aku mah maunya di Ilmu Pengetahuan Masyarakat, aku ingin  meneliti Suku Baduy. Tetapi di Bandung ada nggak ya?"
"Kabarnya akan ada universitas baru, Nanoman Sunda ikut merintisnya?"
"Itu kerabatnya Kang Angga! Tetapi isu kesukuan jadi kuat begitu ya?"
"Panjang ceritanya Widy. Paman aku dari ayah cerita orang Minangkabau juga mempertanyakan komitmen pemerintah Sukarno, sejak dia berselisih dengan Hatta. Tetapi aku tidak terlalu tertarik pada daerah aku dan belum pernah pulang. Aku ingin jadi orang Sunda seperti Ibu."
"Mmmh, atau ingin sama gadis Sunda," sahut Widy.
Syafri terdiam.
"Aku lihat mata Kang Syafri ketika dansa di rumah Hein, jangan seperti itu lihatnya Kang!" Dia agak keras. Tetapi ketika Syafri terdiam, dia tertawa. "Nanti aku kenalin sama ibuku kok, makan siang bareng di rumah yaa..biar impas sudah nganter aku. Ada gurame goreng dan sayur asem."
Syafri menurut. Â Setibanya di rumah Widy, mereka makan siang bersama. Ibunya antusias, karena Syafri sudah bekerja dan lulus kuliah. Widy tidak biasanya punya teman yang usianya cukup jauh.
"Bukan aku saja Bu! Ada Angga, Yoga, Hein," jawab aku.
Ibunya melihat Widy. "Kamu tidak pernah cerita, teman-teman kamu anak kuliahan. Begitu harusnya, jangan seperti  Dudi, sepupunya yang jadi crossboy. Mending Kang Herland yang jadi tentara."