"Makaroni Schoetel dipanggang khusus untuk teman-teman Hein!" terdengar suara Clarissa  sepupu Hein di Jakarta.
"Sepupu You sudah besar?" tanya Angga.
"Iya, sudah di bangku SMA Santa Ursula," jawab Hein.
Mama Hein, Suzzane menyambut mereka ramah. Juga ayahnya Rudolf, Â memiliki sebuah toko besar di kawasan Braga selain bekerja di sebuah perusahan Belanda di Jakarta. Â Tak lama kemudian Will, adik Hein juga datang. Â Selain Schoetel, mereka juga menikmati segelas susu hangat rasa stroberi.
"Menggemari Elvis dan Bill Halley boleh-boleh saja, tetapi gaya busana jangan ikut-ikutan para crossboy itu. Papa dengar kamu dan Angga berselisih dengan salah satu kelompok," kata Rudolf.
"Mereka menganggu aku," kata Rinitje. "Kak Hein dan Kang Angga  membela aku. Juga Kang Yoga."
"Yoga? Sepupu anjeun kan? Geng kita juga, tetapi dia jarang nongkrong. Dia memang crossboy juga," sela Syafri.
"Iya, gara-gara itu geng Yoga, kami  berselisih dengan geng itu," timpal Angga.
"Jangan keluar malam kalau tidak perlu. Kalau dulu ada jam malam karena banyak gerombolan bersenjata, kalau sekarang ada crossboy," nasehat Rudolf.
Bandung, Dipati Ukur, Kampoeng Jazz, Kampus Unpad 3 Mei 2014
Terlalu siang ke Bandung. Citytrans penuh. Â Saya beralih ke Cipganti berangkat dari Brasco, Fatmawati. Â Saya sebetulnya kurang suka berangkat terlalu siang karena tidak efesien. Kalau saya berangkat pagi bisa mendapatkan banyak hal kalau ada agenda pada malam hari. Untung agendanya hari ini tunggal menonton Kampoeng Jazz untuk hiburan, baru besoknya ke Tasikmalaya untuk tugas Majalah Plesir.