Saya bersama seorang ibu dan anaknya dari Jambi ingin tes kedokteran di sebuah universitas ternama di Bandung naik angkot dari Pondok Labu, karena ibu itu tidak tahu harus naik dari mana. Â Akhirnya kami sama-sama dapat kursi. Â Sang Ibu lebih gesit dari anaknya yang tertatih-tatih dengan tas ransel. Kami berangkat sekitar 13.30. Â Penumpang lain ada seoran ibu dan seorang remaja yang juga mau menonton Kampoeng Jazz.
"Kampoeng Jazz sudah mulai jam dua siang. Apa nggak terlambat?" kata remaja itu.
"Nggak juga. Soalnya yang top biasanya pada pertunjukkan setelah maghrib," sahutku.
Aku menargetkan menonton penampilan Yunita Rachman dan kolaborasi Monita Tamahela dan Tompi. Â Untungnya mereka malam hari. Â Setibanya di Bandung pukul 16.00 saya langsung ke Xpress Backpacker di kawasan Pascal. Seetalah dapat tempat meluncur ke kampus Unpad Dipati Ukur tempat acara. Â Saya sudah memasuki arena pukul 19.00.
Berita di Pikiran Rakyat pada 2013 membuat saya penasaran dengan Yura ingin seperti apa penampilannya. Saya pernah wawancara dia di Restoran McD untuk Tabloid Ponsel. Sialan! Aku lupa membawa tabloid yang membuat profil Yura itu dari hotel. Â Yang aku tahu gadis Cimahi ini tembus 20 Besar Idol. Â Dia mengingatkan aku pada Andien dan lebih kuat pada Citra Scholastika ketika tampil di panggung. Namun busananya yang sederhana justru memberikannya kharisma.
Aku  terpukau ketika dia menyanyikan lagu berjudul Kataji dan saya berdiri di depan panggung ingin berjoget. Yura pernuh fantasi di "Balada Sirkus", tentang pemain akrobat di sirkus tetapi kekasihnya tidak menonton. Original, karena aku tidak mendengar ada penulis lagu menjadikan sirkus sebagai temanya.
"Super Lunar" penuh fantasi membuat aku melamun  dan membayangkan. Di tengah kesuntukan ini aku ingin berkata: Maukah Yura  berdansa dengan aku  di tengah bulan purnama.  Liriknya liar seolah melayang ke angkasa luar.  Yura berjoget dengan seorang pria bertopeng di atas panggung.  Energik. Namun  aku  belum puas melihat penampilan live-nya. Mungkin lain waktu Â
Selain menikmati pertunjukkan Yura, aku juga menonton French Kiwi Juice, musik clubbing yang jazzy dan Sore yang mmepunyai karakter membawa lagu melankolis jadi penuh nuansa energik. Â Yura dan Sore membuat aku ingin berdansa di kota yang romantis ini.
Kampoeng Jazz praktis jadi acara kongkouw anak Bandung. Â Sekitar sepuluh tempat jajanan penuh. Â Sayang, sampah bertebaran. Â Untung ada pembersih keliling. Tetapi aku kira masalah sampah ini suatu hari kelak menjadi masalah besar bagi kota yang romantis ini.
"Hip Hip Yura!" Sayang aku nggak sempat menyaksikan pertunjukkan Monita dan Tompi karena terlalu malam. Pasalnya besok pagi aku harus berangkat ke Tasikmalaya. Aku meninggalkan Kampoeng Jazz sebelum malam berakhir.
Jalan Belitung  Bandung, 5 Februari 1957