Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Dua Pendatang Misterius, Bagian Keempat

3 Desember 2023   08:29 Diperbarui: 3 Desember 2023   08:31 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustras: https://www.vectorstock.com

EMPAT

Misi Ananda dan Adinda

Rilis Berita dari Kepolisian Resort Bandung hanya menyebut sejumlah pemuda mabuk hendak menggoda cewek anggota Geng Motor Barudak.  Tidak disebut nama ceweknya, hanya disebut Melati.

Alasannya sih  karena masih di bawah umur sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik dan Undang-undang yang berlaku.

Roby Fuzy pasang badan bahwa gengnya yang bertanggungjawab. Lagipula bakal bentrok di Punclut itu bakal mendatangkan heboh yang luar biasa, bukan saja Bandung, tetapi juga Indonesia bahkan dunia.

Baca: Dua Pendatang Misterius, Bagian Tiga 

Ananda, Adinda, maupun Lila menolak diwawancarai waktu jumpa pers di Polresta Bandung Malam itu juga.

Emma, kakek dan neneknya hanya bisa meminta keduanya menghindar. Walau mereka sadar hingga saat ini tidak ada manusia di Bumi bisa menyentuh mereka.  

Apa lagi Hiyang mengawasi tanpa terlihat.

Tiga anak orang penting itu juga harus Manahan diri, karena ada yang mengenali mobil mereka. Hanya relasi orangtua mereka yang bisa memanipulasi berita beredar.

Anton Maryanto anak anggota parlemen sebuah partai besar  memiliki masalah serius di punggungnya yang cepat bernanah.

Tim medis benar-benar kewalahan mengatasi masalah itu. 

Sementara Chris Yunanto membuat tim medis lebih bingung lagi karena gatal-gatal tanpa mengetahui zat apa yang menyebabkan gatal-gatal di wajahnya.

Robert Wijaya khawatir bisnis ayahnya di bidang wisata di Bandung Raya bakal terganggu, karena akan diungkit soal pelanggaran perutukan bangunan resort di Kawasan Bandung Utara.

Dua bodyguard mereka dirawat di rumah sakit di Jakarta dan dijaga ketat agar tidak bisa dilacak para wartawan.

Lagipula keadaan mereka sangat parah, untuk diperiksa saja tidak mampu.

Chris memanggil tim tukang pukul bayaran yang biasa jaga bar di Jakarta mencari tahu siapa orang-orang geng motor Barudak itu dan sekaligus membalas pada waktu yang tepat. 

Pasalnya ayah ketiganya memberi peringatan untuk tidak terlibat keributan lagi. 

Anton sendiri sudah menikah dan punya anak. Tetapi dia memang suka mencicipi anak SMA yang menurut dia punya sensasi.

"Lain kali kalau luh mau Bro, beli saja," nasehat seorang kawannya yang menengoknya di rumah sakit. "Kalau mau gua kontakin pemasok yang andal!"

"Jangan ketahuan Bini Gua," ucapnya tertelungkup, karena dia tidak bisa terlentang.

Mereka tidak mengetahui bahwa Ananda, Adinda dan Hiyang sudah lebih dahulu mengetahui informasi itu.

Hiyang punya teknologi mengakses ponsel cerdas yang berada di radius 10 kilometer dari tempat mereka.

Itu sudah dilakukan Hiyang ketiga eksekutif muda melarikan diri dan menghubungi relasi.

Bahkan berkat akses itu mereka mengingat wajah ketiga pemuda itu bahkan segera mengetahui siapa tukang pukul yang biasa disewa.

Tentu saja Adinda memberikan informasi pada Roby Fuzi.

"Ya, sudah kita waspada saja, aku juga sudah beritahu teman-temanku," kata Roby di warung makan dekat sekolah mereka di kawasan Cihampelas seusai jam pelajaran.

Roby tadi pagi sudah dipanggil kepala sekolah dan diberi peringatan keras karena masih aktif di geng motor.

Walau tindakannya membela kawan perempuan dibenarkan. Cerita yang beredar Roby lah yang membela Lila.  

Di Warung itu juga Adinda mendapat telepon dari Iskandar, Kepala Biro Jawa Barat Membaca Indonesia, yang dia tahu atasan ibunya dan juga kawan ayahnya ketika di Bumi.

"Assalumalikum, sampun rasun, dengan Adinda, dapat nomor dari seorang polisi.  boleh minta waktu wawancara soal Punclut?" terdengar suara.

Adinda berpikir sebentar. "Boleh di kantor Kang Iskandar saja, tetapi aku minta syarat bawa serta Aa Ganang Wicaksono si Mister Check In, yang ganteng itu."

Iskandar terperanjat. "Kok kamu tahu?  Lalu hubunganmu dengan Teteh Emma, kamu kos di sana?"

Adinda memberi isyarat pada Ananda untuk mendekatinya. Lalu dia menghidupkan video call. 

Iskandar merasa mau pingsan, karena rupa mereka mirip Rivai dan Sundari.

"Nanti kami jelaskan di kantor Kang Iskandar, tadinya Teteh Emma juga terkejut kok. Jangan lupa bawa Aa Ganang, harga mati!" Adinda tegas.

Menit itu juga Iskandar menghubungi Pimred di Jakarta dan memaksa Ganang sore itu juga ke Bandung untuk mewawancarai cewek SMA geulis soal bentrokan di  Punclut. 

"Jangan terlambat! Tumben ada cewek yang minta diwawancarai oleh kamu. Biasanya kamu yang sosor!" Iskandar sebetulnya kurang suka.

Tentu saja dia mau.

Dinda mengontak Lila untuk ikut bicara   dengan jaminan identitas dia tidak akan dibuka. Sebetulnya dia meminta Iptu Dedi Dhambudi untuk mengontak Iskandar.

"Malam ini pukul delapan malam di Kantor Biro Jawa Barat Membaca Indonesia, kamu jemput Lila. Roby menemani aku," ucap Adinda.

Nanda mengiyakan.

"Bakal menjadi perang terbuka, tetapi bagaimana pun mereka cari kita," sela Roby.

"Nanti aku mau godain Mas Ganang, kamu jangan cemburu ya?" kata Adinda sambil tertawa.  

Roby mengangguk hanya dia heran. "Buat apa kamu merayu dia?"

"Mau tukar informasi?" tebak Nanda.

Kini Dinda mengangguk.

Kantor Membaca Indonesia Biro Jawa Barat di Jalan Padjadjaran pukul delapan malam.  Ganang Wicaksono didampingi Iskandar sudah menyiapkan meja lengkap dengan wedang ronde dan roti bakar.

Tepat pada waktunya Ananda, Adinda, Lila, Roby memasuki ruangan.

Iskandar dan Ganang, bahkan Mang Encep OB kantor terkejut melihat Adinda dan Ananda.

"Jangan melihat seperti itu, biasa saja," kata Adinda.

Lalu dia menatap Ganang, yang informasinya mudah ditemukan siapa dia di media sosial.

"Apa kabar Mister Check In? Tega ya godain Mama Aku dan Ananda kan Papanya teman kamu juga," sindir Adinda.

"Kalian?"

"Ya, kami anak Rivai dan Sundari kawan kalian yang hilang di kawan Bandung Utara berapa tahun lalu. Mayat papa dan mama tidak ditemukan, tetapi diduga tewas," jelas Ananda.

"Nggak ngerti aku, maksudnya, nggak mungkinlah kalau pun kalian anak mereka, usianya masih balita?" tanya Iskandar.

Kemudian Adinda memperlihatkan foto-foto virtual berlatar belakang Bandung memperlihatkan Rivai dan Sundari mulai dari usia mereka hilang hingga umur 40 tahunan.

"Bagaimana bisa?" Iskandar dan Rivai terperanjat.

"Mereka diselamatkan Hiyang di bawa ke koloni manusia yang diciptakan mereka menyelamatkan sebagian manusia yang terancam dan terpilih ke sebuah planet, yang mendukung kehidupan manusia, serta sejumlah spesies hewan dan tumbuhan," jelas Ananda.

"Kok seperti di Bandung?'

"Hiyang menciptakan habitat yang mengcopypaste Bandung dan sekitarnya di planet kami," sambung Adinda.

"Warga Priangan tahu soal Hiyang dalam cerita mitos? Inilah Hiyang yang mungkin mereka maksud," timpal Ananda.

"Hiyang Ridari, kami mohon tunjukkan dirimu," pinta Adinda.

Sesosok raksasa hijau setinggi tiga meter dan harus membungkuk karena takut membentur atap menampakan diri dari selubung kamuflase.

"Masya Allah!" Iskandar terperanjat. 

Ganang reflek memotret tetapi kameranya tidak bisa menangkap.

Lila dan Roby juga terkejut, karena mereka juga baru pertama melihat Hiyang secara sempurna bukan cerita dari Adinda.

"Nama entah siapa, Kami menamai Ridari, dari gabungan nama Papa dan Mama," terang Dinda.

Lalu Hiyang menghilang.

"Tunggu di luar Hiyang," mohon Ananda dan Adinda.

"Mereka adalah salah satu yang kalian sebut sebagai alien," terang Adinda sambil mengambil wedang jahenya.

"Ya, kita tukar informasi. Kalian dapat cerita eksklusif kami anggap penghargaan karena ayah dan ibu kami pernah bekerja di sini, dan kami ingin dapat info setahu kalian siapa yang berada di belakang penyerangan mobil taksi daring yang dikendarai Martinus?" tanya Ananda.

Ananda dan Lila menceritakan kejadian di Punclut lengkap.  Tentunya identitas  mereka disamarkan.  

"Kami mendapat informasi terkait jaringan human trafficking yang diduga melibatkan sejumlah anggota parlemen dan petinggi negeri ini.

Penyelidikan yang sama juga dilakukan reporter kami Alif Muharam dan Harum Mawar.

Dalam suatu peristiwa berapa tahun sebelum kejadian menimpa Rivai dan Dewi Sundari,  Harum diduga diperkosa oleh anak muda diduga anak pejabat yang jadi beking sindikat. Harum menghilang berapa tahun sebeluumnya.

Baca:  Koloni  

Alif Muharam lolos dua kali percobaan pembunuhan dan dia mencoba melupakan kejadian. Tetapi Desember tahun lalu dia termasuk korban kecelakaan pesawat yang jatuh di sekitar perairan Riau."

"Firasatku mereka lebih beruntung daripada ayah dan ibu kita, selamat!" kata Ananda dalam kontak telepati dengan Adinda.

"Jadi dalang di balik pihak mencelakakan ayah dan ibu kami saha Kang Iskandar?  Oh ya mungkin Aa Ganang tahu?" Adinda sedikit merayu. "Apakah ada pihak penting yang terkait?"

"Tidak tahu persis. Cewek yang mereka selamatkan itu pernah dipaksa melayani seorang anak anggota parlemen Anton Maryanto, kami menduga pria yang ciri-cirinya yang kalian sebutkan dia," terang Iskandar.

Adinda dan Ananda merasa senang, orang yang kebetulan menyerang Lila adalah musuh mereka.

"Ntar dulu Bro Iskandar. Iya, mereka terlibat tetapi aku duga mereka bukan dalang, tapi ada lagi bos di Jakarta yang menjadi pemasok dan suka mentraktir wartawan juga yang meliput dia untuk acara bisnisnya,"  Ganang bersemangat karena Adinda terus meliriknya dengan genit.

"Ah? Kok kamu nggak bilang punya  informasi sepenting itu? Jangan-jangan kamu juga pernah make?" Iskandar melotot.

Ganang merasa kelepasan. "Kan aku hanya menduga, tetapi dia memang spesialis pemasok cewek SMA bagi mereka yang punya selera itu."

"Jadi kamu suka anak SMA seperti aku?" Adinda dengan tenang dan pandangan menggoda.  "Siapa namanya Aa?"

Ganang membalas dengan tatapan genit. Iskandar menendang kakinya agar lebih santai, karena ia merasa dua tamu pria lainnya tidak suka.

"Aku duga Romeo Pamungkas, pemilik bisnis kapal pesiar yang pernah mengundang dia liputan beserta berapa wartawan terpilih," timpal Iskandar.

"Jadi Aa dijamu dengan anak SMA, masih gadis nggak?" ucap Dinda terus menyelidik dengan tutur yang sopan, tetapi menusuk.

Ganang seperti kena skak mat. Untung usia cewek yang ditidurinya sudah 18 tahun, kelas III SMA hingga tidak kena aturan di bawah umur.

"Menurut ceritanya dia dikecewakan cowoknya dan balas dendam dengan jadi prostitusi, nggak gadis lagi," Ganang kembali terlepas.

Pandangan Adinda seperti sihir dan punya kekuatan telepati menebak pikirannya.

"Oke, terima kasih Aa, kapan kita WA-an ya?" kata Adinda dengan tenang memberikan nomornya pada Ganang.

Dan laki-laki itu dengan senang hati memberikan nomornya.

Roby dan Ananda, apalagi Lila tidak khawatir, karena mereka tahu siapa Adinda.

Ganang pun memberikan nomornya.

"Oh, ya ada rumor lima pembunuh bayaran hilang secara misterius ada saksi mata melihat mereka disergap mahluk gaib,  tetapi tak ada jejak jelas di situ, hanya ada bercak darah," kata Iskandar.

"Kalian menyebutnya sebagai vampir. Alien yang nyaris mencelakan ayah dan ibu kami, musuhnya Hiyang," terang Dinda.

"Vampir?" Iskandar nyaris tidak percaya.

Tapi Adinda tidak menjelaskan lebih lanjut.

Setelah menghabiskan santapan keempat remaja itu pamit pulang.

"Kang Iskandar percaya cerita mereka?" tanya Ganang.

"Mereka terlalu pintar untuk anak SMA. Kamu melihat sendiri kan raksasa hijau itu? Tentunya kita tidak menulis seperti itu."

Lalu dia berpaling ke Ganang yang sudah membuka dan menyalakan laptopnya.

"Oh, ya jaga kelakuan kamu ya, untung aib kamu tidak kesabar luas! Terutama jangan anak Rivai dan Sundari."

Iskandar dan Ganang membuat laporan bersama yang intinya kesaksian diduga ada tiga pelaku lainnya melarikan diri dengan sebuah mobil.

Ganang menginap di kantor yang sudah ada kamar untuk rekan sesama wartawan. Dia langsung membuat laporn bersama Iskandar.

Adinda diantar Roby, sementara Ananda mengantar Lila dengan mobil Teteh Emma bersama Mang Kosasih baru ke rumahnya.

 

Irvan Sjafari

Sumber Foto

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun