Di dalam gua sudah ada seorang Atlantis lainnya yang menunggu. Dia memakai jubah.
"Siapa dia Panglima Angga? Pakaiannya seperti dari Parahyangan."
"Panjang ceritanya Panglima Ares. Â Dari tempat asalku juga. Istriku."
Yang disebut Ares terhenyak. Â Dia memandang aku. "Mengapa dia bisa jauh lebih muda?"
"Di atas sana semua bisa terjadi. Seperti cerita dewa-dewa Atlantis, bukan?"
Icarus mengangguk. Dia tidak mempersoalkan. Â Aku justru terheran. Orang Atlantis bercakap dengan bahasa kami.
"Bagaimana dengan serangan kita hari ini?"
"Mundur. Aku tak memperhitungkan orang-orang tak dikenal di pihak mereka."
"Sepuluh tahun yang lalu kita juga dikalahkan mereka, bukan?"
"Tapi kita bisa bunuh panglima mereka dan permaisuri putra mahkota mereka. Harusnya mental mereka jatuh," ucap Angga.
Aku tak tahu harus marah, harus sayang, harus rindu dan tidak tahu menjelaskan apa. Yang pasti konfirmasi, pasukan Angga yang memang membunuh Iskanti dan Taruma. Â Aku tidak menyetujui tindakan penjajahan dan pembunuhan ini. Â Aku juga tidak tahu harus berpihak di siapa. Yang pasti Ira, Kapten Ginanjar dan teman-teman yang lain tidak akan memakluminya.