Belum pernah aku setakut ini.
Dari bawah, kulihat Ira, Ginanjar dan Andrian menggunakan capung terbang mengejar kami. Pertempuran terjadi cukup seru di atas danau yang besar. Dengan motor capung yang punya penghindar otomatis, manusia burung ditembak dengan pelontar panas dengan mudah, seperti main game dan berjatuhan.
Bala bantuan tiba-tiba datang Mamo dan Sisil dengan motor capung. Â Pasukan manusia burung Atlantis terdesak.
Andrian bisa mendekati manusia burung yang membawaku. Â Dia berhasil menjatuhkan dua manusia burung pengawal kami. Â Tapi si penculiku menembak tiba-tiba.
Aku memekik. Motor capung Andrian kena dan dia terhempas  ke atas permukaan danau. Jatuh dari ketinggian dan mental dan jatuh lagi baru tenggelam.  Sulit untuk bisa hidup. Sementara motor capung  terbang  yang dikendarai itu meledak dan kepingan jatuh.Â
Pada saat yang sama sebuah motor capung lainnya mengejar. Sang Kuriang. Pasti yang dibawa oleh Taruma. Dia sangat tangkas menjatuhkan manusia burung demi manusia burung. Â Begitu berani, seorang mempertaruhkan nyawanya. Anak itu peduli padaku.
Begitu gigihnya hingga dia mampu mendekati kami, dia kemudian meraihku dan menendang manusia burung itu.
Aku kini membonceng motor capung yang dikemudikan dengan baik oleh Sang Kuriang. Â Dia kemudian mengejar manusia burung yang tadi menculiku dengan geram. Â Tapi manusia burung tangkas menghindar tembakan.
Si Penculik malah terbang ke atas dan dengan tangkas mengambilku kembali lalu dengan cepat membawaku. Â Kami menyeberangi danau besar timur ke danau yang satu lagi ke arah bukit kapur, tempat pesawat kami mendarat. Â Manusia burung lainnya entah mengapa mau saja menghalangi pengejar kami hingga terhambat.
Dia kemudian mendarat di salah satu bukit kapur. Â Di sana sudah ada sepuluhan manusia burung lainnya.
Setelah aku berdiri. Si Penculik kemudian menghadap aku. Tutup kepala otomatis terbuka.