"Keajaiban lubang cacing interselar," Harun bergumam.
"Yang paling mengerikan, dia melamar aku," aku berkata merasa lucu, sekaligus juga khawatir.
"Tidak mungkin," cetus Ira. "Tetapi kamu memang cantik."
Aku meninju dia. "Anakku juga ganteng sih. Kalau aku nggak yakin itu anakku sudah kuterima lamaran itu jadi permaisuri di sini?"
"Mau tinggal di planet ini?"
"Iya, nggak lah...lebih maju beradaban kita."
Lalu kami berlima mengunjungi bangunan di taman itu. Ira membaca huruf di atas nisan. "Dah Yang Sum Bi dan Ta Lu Ma." ucap dia.
Ira rupanya bisa membaca huruf itu. Mungkin di perpustakaan Preanger.
Lalu kami berlima berdoa untuk anaknya dan Taruma. Ira yakin itu Iskanti. Dia atas nisan Dah Yang Sum Bi ada kalung yang digunakannya.
Di dekat makam itu ada semacam tugu, berbentuk anjing dan sudah berlumut. Robot Tumang. Mungkin sudah rusak. Harun dan Ginanjar memeriksa dan mereka menunjuk beberapa lubang di tubuhnya. Di situ juga ada tulisan Tu Ma Ga.
"Sepertinya ditembak semacam api, ada bekas hangus. Lihat moncongnya ada bekas keropos habis menggigit sesuatu. Tumang dilibatkan dalam pertempuran, mungkin dengan orang-orang Atlantis itu," kata Kapten Ginanjar.